Tuesday, September 27, 2011 - 1 comments

Goyangan Neneng

Pagi itu aku habis bermain golf di Ciracas, badanku terasa gerah dan lelah sekali karena, aku menyelesaikan kedelapan belas hole, biasanya aku hanya sanggup bermain sembilan hole, tetapi karena Hendra memaksaku untuk meneruskan permainan, maka aku jadi kelelahan seperti sekarang ini................... Kupanggil Marni pembantuku yang sudah biasa memijatku, aku benar benar merasa lelah karena semalamnya aku sempat dua kali "bertempur dengan kenalanku di Mandarin, pasti nikmat rasanya dipijat dan selanjutnya berendam diair panas, langsung aku membuka pakaianku hingga hanya tinggal celana dalam dan langsung berbaring diatas tempat tidurku.

Namun agak lama juga Marni tak muncul dikamarku memenuhi panggilanku melalui interkom tadi, biasanya Marni sangat senang bila aku suruh memijat karena disamping persenan dariku besar, dia juga sering kupijat balik yang membuat dia juga dapat merasakan kenikmatan yang satu itu. Ketika kudengar langkah memasuki kamarku, aku langsung berkata, "Kok lama sih Mar, apa masih sibuk ya, ayo pijat yang enak !" Tiba tiba kudengar suara perempuan lain " maaf pak, mbak Marni masih belum kembali, apa bisa saya saja yang memijat ?" Aku meloncat duduk dan menoleh kearah nya, ternyata didepanku berdiri pembantu lain yang belum pernah kukenal. Kuperhatikan pembantu baru ini dengan seksama, wajahnya manis khas gadis desa, dengan bibir tipis yang merangsang sekali. Ia tersenyum gugup ketika melihat aku memperhatikannya dari atas kebawah itu. Aku tak perduli, mataku nyalang menatap belahan dusternya yang agak rendah sehingga menampakkan sebagian susunya yang montok itu. Dengan pelan kutanyai siapa namanya dan kapan mulai bekerja.

Ternyata dia adalah famili Marni dari Kerawang namanya Neneng dan dia ke Jakarta karena ingin bekerja seperti Marni.. Aku hanya mengangguk angguk saja, ketika kutanya apakah dia bisa memijat seperti Marni, dia hanya tersenyum dan mengangguk. Kuperintahkan dia untuk menutup pintu kamar, sebenarnya tidak perlu pintu kamar itu ditutup karena pasti tak ada seorangpun dirumah, isteriku juga sedang pergi entah kemana dan pasti malam hari baru pulang, tujuanku hanyalah menguji Neneng, apakah dia takut dengan aku atau benar benar berani. Kuambil cream untuk menggosok tubuhku dan kuberikan pada Neneng sambil berkata " coba gosok dulu badanku dengan minyak ini, baru nanti dipijat ya !" Aku membuka celana dalamku dan langsung telungkup ditempat tidur, sengaja pada waktu berjalan aku menghadap Neneng sehingga Neneng dapat juga melihat kontolku, ternyata dia diam saja. Ketika aku sudah berbaring, dia langsung membubuhkan lotion itu dipunggungku dan menggosokannya kepunggungku.

Sambil memejamkan mata menikmati elusan tangan Neneng yang halus, aku mengingatkan dia agar menggosoknya rata keseluruh badanku. Sambil berbaring aku minta Neneng menceriterakan tentang dirinya. Ternyata Neneng seorang janda yang belum mempunyai anak, suaminya lari dengan perempuan lain yang kaya raya dan meninggalkan dia. Karena itu dia lebih suka ke Jakarta karena malu. Aku berkata kepadanya, "jangan kuatir, kalau begitu kapan kapan kamu mesti kembali kedesamu dengan banyak uang supaya bekas suamimu tahu kalau kamu sekarang sudah kaya dan bisa membeli laki laki untuk jadi suamimu ! Neneng tertawa mendengar perkataanku itu. Ketika itu Neneng sudah mulai menggosok bagian pantatku dengan lotion, tangannya dengan lembut meratakan lotion tersebut keseluruh pantatku bahkan juga disela sela pantatku diberinya lotion itu sehingga kadang kadang tangannya menyenggol ujung pelirku. Aku jadi ngaceng dengan gosokan Neneng ini, tetapi aku diam saja namun akibatnya posisiku jadi tidak enak, karena posisiku yang tengkurap membuat kontolku yang ngaceng itu jadi tertekan dan sakit sekali. Aku jadi gelisah karena kontolku rasanya mengganjal.

Neneng yang melihat aku gelisah itu bertanya apakah gosokannya kurang betul. Aku hanya menjawab dengan gelengan kepala . Ketika aku bertanya lagi apakah isteri baru suaminya itu cantik, Neneng hanya menjawab dengan tertawa katanya" cantik atau tidak yang penting uangnya banyak, kan suami saya bisa numpang enak !" Ketika Neneng sudah menggosok badanku sampai kekaki, dia bertanya " apa sekarang mulai dipijat pak ?" Aku langsung berbalik terlentang sambil berkata "sekarang yang bagian depan juga diberi minyak ya !" Aku sengaja memejamkan mata sehingga aku tak tahu bagaimana sikap Neneng melihat bagian depan tubuhku yang telanjang itu, apalagi kontolku sudah ngaceng penuh mendongak ketas dengan ujungnya yang seperti jamur raksasa itu. Neneng tidak banyak berbicara, tetapi ia mulai menggosok bagian dadaku dengan lotion yang harum itu, ketika aku membuka mata, kulihat buah dadanya yang montok tepat berada didepan mataku, bahkan karena potongan dusternya rendah, aku bisa melihat celah buah dadanya yang terjepit diantara beha yang dipakainya. Ketika gosokan Neneng sampai diselangkanganku, Neneng membubuhi sekitar jembutku dengan lotion tersebut, begitu juga dengan buah pelirku yang dengan lembut diberinya lotion tersebut. Saat itu Neneng berkata "maaf pak, apakah burungnya juga digosok ?" Aku tak menyahut tetapi aku hanya mengangguk saja.

Tanpa ragu Neneng membubuhi ujung kontolku dengan lotion tersebut, terasa dingin , kemudian Neneng mulai meratakannya keseluruh batang kontolku dengan lembut sekali, bahkan dia menarik kulit kontolku sehingga lekukan diantara kepala dan batang kontolku juga diberinya minyak itu.. Ketika itulah aku membuka mataku dan memandang Neneng, ketika dilihatnya aku memandangnya, Neneng tersenyum dan tertunduk sementara tangannya terus mengurut kontolku itu. Aku sudah tak kuat lagi menahan keinginanku, kutahan tangannya dan kusuruh Neneng untuk membuka pakaiannya. Neneng yang sudah janda rupanya langsung paham dengan keinginanku, wajahnya memerah, tetapi ia langsung bangkit dan membuka dusternya. Aku duduk ditepi tempat tidur memperhatikan badan Neneng yang hanya dilapisi beha mini dan celana dalam mini yang kurasa pasti pemberian isteriku. Buah dadanya membusung keluar karena beha yang diberikan isteriku nampaknya kekecilan sehingga tak dapat menampung susunya yang montok itu. Aku berdiri mendekati Neneng dan kupeluk dia serta kubuka pengait behanya, susunya yang montok dan kenyal itu tergantung bebas menampakkan garis merah bekas terjepit beha yang kekecilan itu, tetapi susunya sungguh kenyal dan gempal sama sekali tidak turun dengan putingnya yang mendongak keatas. Ketika kurogoh celana dalamnya kurasakan jembutnya cukup rimbun sementara ketika jariku menyentuh itilnya, Neneng seperti terlonjak dan merapatkan badannya kedadaku, kurasakan nonok Neneng kering sekali sama sekali tak berair. Kukecup puting susu Neneng sambil kedua tanganku menurunkan celana dalamnya itu. Ketika kutarik Neneng ketempat tidur, Neneng meronta katanya "Pak saya takut hamil !" Kujawab enteng, jangan kuatir, kalau hamil tanggung jawab Bapak!"

Mendengar hal ini barulah dia mau kubaringkan diatas tempat tidurku, sambil menutupi matanya dengan tangan. Kupuaskan mataku memandang kemolekan gadis desa ini, aku langsung menyerbu nonoknya yang ditutupi jembut yang cukup rimbun itu, kuciumi dan kugigit pelahan bukit cembung yang penuh bulu itu, Neneng merintih pelan, apalagi ketika tanganku mulai mengembara menyentuh puting susunya. Neneng hanya menggigit bibir sementara tangannya tetap menutupi wajahnya, mungkin dia masih malu. Ketika aku berhasil menemukan itilnya, aku langsung menjilatinya begitu juga dengan bibir nonoknya kujadikan sasaran jilatan. Mungkin karena merasa geli yang tak tertahankan, tangan Neneng mendorong pundakku agar aku tak meneruskan gerakanku itu, begitu juga dengan pahanya yang terus akan dirapatkan, tetapi semua ikhtiar Neneng tak berhasil karena tanganku menahan agar kedua pahanya itu tak merapat. Akibatnya Neneng hanya bisa menggerak gerakkan kepalanya kekiri dan kekanan menahan geli. Tetapi lama kelamaan justru aku yang jadi tak tahan dengan semua ini, kuhentikan jilatanku dan segera kutindih Neneng sambil mengarahkan kontolku keliang nonoknya.

Melihat aku kesulitan memasukkan ujung kontolku, Neneng dengan malu malu menuntun kontolku kearah liangnya dan menepatkannya diujung bibir nonoknya. Ketika itu dia berbisik " sudah pas pak " Aku langsung mendorong pantatku agar supaya kontolku bisa masuk yang disambut juga oleh Neneng dengan sedikit mengangkat pahanya sehingga.sleep......bles.......kontolku terbenam seluruhnya diliang nonok Neneng yang peret itu, belum sempat aku menggerakkan kontolku, Neneng sudah mulai memutar mutar pantatnya sehingga ujung kontolku rasanya seperti digerus oleh liang nonok Neneng itu. Aku mendengus keenakan, bibirku mencari pentil susu Neneng dan mulai mengulumnya. Sambil mendesah desah Neneng berkata "Ayo pak, digoyang, biar sama sama enak nya !" Aku terkejut melihat keberanian Neneng menyuruh aku bekerja sama dalam permainan ini. Tetapi justru ini membuat aku makin terangsang, meskipun profesinya hanya pembantu, tetapi cara main Neneng benar benar memuaskan. Nonoknya tak henti henti meremas kontolku membuat aku jadi ngilu, aku sudah paham bahwa orang desa secara naluri sudah mempunyai kemampuan seks yang hebat, jadi untuk aku kemampuan Neneng benar benar sulit dicari bandingannya. Ketika kurasakan air maniku hampir memancar, aku berbisik pada Neneng agar berhenti menggoyang pantatnya supaya aku dapat lebih merasakan kenikmatan ini. Tetapi Neneng justru makin cepat menggoyangkan pantatnya serta meremas remas kontolku sehingga tanpa dapat ditahan lagi air maniku memancar dengan derasnya memenuhi nonok Neneng. Saat itu juga Neneng mencengkeram punggungku keras keras dan kurasakan nonoknya menjepit kontolku dengan erat sekali, matanya terbeliak sambil mendesis.

Rupanya aku dan Neneng mencapai puncaknya pada saat yang bersamaan. Setelah beberapa menit diam, kurasakan Neneng pelan pelan mulai meremas remas punggungku sambil menempelkan pipinya kepipiku. Dengan tersipu sipu dia bercerita kalau dia senang bisa mendapat rejeki ditiduri olehku, karena sejak didesa dulu dia memang nafsunya besar, sehingga suaminya sampai kerepotan melayani nafsunya yang luar biasa itu. Sekarang ini dia benar benar baru merasakan puas yang sebenarnya setelah main dengan aku. Aku terhanyut oleh caranya yang mesra itu, namun aku tak ingin main lagi saat itu karena aku tadinya benar benar hanya mau pijat dan melemaskan ototku, kalau sampai harus seperti ini, semuanya hanya gara gara ada nonok baru dirumah yang tentunya tak dapat aku biarkan. Setelah kuberi dia uang 200 ribu, kusuruh Neneng keluar, Neneng sangat terkejut melihat jumlah uang yang kuberikan, ia berkali kali mengucapkan terimakasih dan keluar dari kamarku. Sekeluarnya Neneng, aku kembali berbaring telanjang bulat diatas ranjangku sambil memejamkan mata, badanku terasa enteng karena terlalu banyak seks.
READ MORE - Goyangan Neneng
- 1 comments

Ngentot Memek Diana, Guru Anakku

Sebagai seorang kepala rumah tangga yang memiliki seorang anak laki-laki yang telah memasuki ke ajang pendidikan tentunya sangat membahagiakan. Ini terjadi denganku dikala anakku yang bernama Jerry telah memasuki SD kelas 1. Setelah istriku meninggal dunia karena terkena penyakit kanker payudara, akulah satu-satunya yang mesti mengurusi anakku, Jerry. Secara jujur, kehidupanku sangat menyedihkan dibandingkan sebelum istriku meninggal. Sekarang semuanya kulakukan sendiri seperti mengajari anakku mengerjakan PR-nya, memasak yang tentunya bercampur dengan kesibukanku di kantor sebagai salah satu orang terpenting di perusahaan Jepang yang berdomisili di Jakarta.

Kadang-kadang aku menjadi bingung sendiri karena bagaimanapun masakanku tidak sesempurna istriku dan untunglah Jerry, anakku satu-satunya tidak pernah mengkritik hasil masakanku walaupun aku tahu bahwa semua hasil masakanku tidak bisa dimakan karena kadang-kadang terlalu asin dan kadang-kadang gosong. Suatu hari Jerry memberitahuku bahwa aku mesti datang ke sekolahnya karena gurunya ingin bertemu denganku.
Pada hari yang sudah ditentukan, aku pergi ke sekolah anakku untuk bertemu Ibu Diana dan sewaktu aku bertemu dengannya, aku menjadi cukup gugup dan untunglah perasaan itu dapat kukuasai karena bagaimanapun aku pergi dengan anakku dan aku tidak ingin anakku membaca kegugupanku itu. Akhirnya aku dipersilakan duduk oleh ibu guru yang ternyata belum menikah itu karena aku tidak melihat cincin kawin di jarinya dan juga dia mengaku sendiri bahwa dia masih single ketika kupanggil dia dengan sebutan Ibu Diana. Didalam percakapan itu, dia menceritakan mengenai pelajaran Jerry yang agak tertinggal dengan murid-murid lainnya. Ternyata baru ketahuan dari pengakuan Jerry, bahwa walaupun dia rajin mengerjakan PR tetapi dia tidak pernah mengulang pelajarannya karena waktunya dihabiskan untuk bermain Play Station yang kubelikan untuknya sehari setelah kepergian istriku supaya dia tidak menangis lagi.
Akhirnya diperoleh kesepakatan bahwa Ibu Diana akan memberikan anakku les privat dan setelah kami sama -sama sepakat mengenai harga perjamnya, kami bersalaman dan meninggalkan sekolah itu. Selama perjalanan ke rumah, aku selalu teringat dengan wajah imut guru muda anakku itu.

Sore harinya setelah aku tidur sore, aku teringat bahwa 1 jam mendatang guru anakku akan datang dan berarti aku juga harus bersiap -siap untuk menyambutnya. Setelah guru Jerry datang dan aku mengajaknya ngobrol untuk beberapa saat, dia kemudian minta izin untuk memulai les privat untuk anakku. Aku hanya mengangguk dan meninggalkan mereka berdua. Aku mulai membaca koran Kompas hari itu dan aku sekali-kali mencuri pandang pada guru anakku yang sedang mengajari Jerry. Kulihat bahwa Ibu Diana ini cukup pengertian dalam mengajari anakku yang kadang-kadang masih cukup bingung akan materi yang dipelajarinya.

Dua jam berlalu sudah dan kusadari bahwa jam privat les sudah usai dan ketika dia hendak pulang ke rumahnya, aku menawarkan kepadanya untuk mengantarkannya berhubung hari sudah malam dan aku tahu persis bahwa tidak ada lagi kendaraan umum pada jam-jam begitu di sekitar rumahku. Akhirnya aku mengeluarkan mobil BMW kesayanganku dan setelah aku bersiapsiap, aku menyuruh Jerry untuk mengulang pelajaran yang tadi sementara aku akan mengantarkan gurunya pulang. Jerry menuruti ucapan ayahnya dan tanpa basa basi, dia mulai membuka kembali bukunya dan mengulang materi yang baru saja dipelajarinya.
Aku kemudian mulai menyuruh Ibu Diana untuk masuk dan kemudian aku memulai mengendarai mobil itu setelah aku menutup pintu gerbang tentunya karena aku tidak mempunyai pembantu rumah tangga saat itu. Di tengah perjalanan, kami bercakap-cakap mengenai segala hal dan mengenai perubahan yang dialami Jerry setelah ibunya meninggal dunia. Nampaknya Ibu Diana serius sekali mendengarkan curahan hatiku yang kesepian setelah ditinggal oleh istriku.

Tiba-tiba ketika kami sedang asyik bercakap-cakap, aku melihat sekilas seorang anak kecil yang sedang lari menyeberang sehingga dengan secepat kilat, aku langsung mengerem secara mendadak dan disaat aku mengerem mendadak itu, karena Ibu Diana lupa tidak memakai “Seatbelt”, dia langsung jatuh kedalam pelukanku. Dia nampaknya malu sekali setelah kejadian itu tetapi setelah aku bilang tidak apa-apa, dia kembali seperti sediakala dan sekarang kami nampaknya semakin akrab dan aku menjadi sangat kaget dikala dia minta tolong untuk pergi ke motel terdekat karena dia ingin buang air dengan alasan bahwa rumahnya masih sangat jauh. Aku melihat ekspresi wajahnya seperti orang yang menahan sesuatu sehingga akhirnya aku menyetujui untuk pergi ke motel terdekat untuk menyelesaikan ‘ bisnis’nya.

Akhirnya kami berada di dalam sebuah motel murah yang tidak jauh dari tempat aku mengerem mendadak tadi. Setelah berada di dalam kamar, aku langsung duduk di tepi ranjang sementara Ibu Diana dengan kecepatan yang luar biasa langsung pergi ke arah toilet yang berada di dalam kamar motel itu. Beberapa menit kemudian, aku dikagetkan oleh Ibu Diana yang keluar dari dalam toilet dengan mendadak.
“Bu.. ada apa?” aku mendadak gugup bercampur kepingin melihat tubuh Ibu Diana yang sangat indah itu. Tapi tiba-tiba Diana menarikku dan langsung mencium bibirku. Sepertinya aku mau meledak! Ibu Diana yang tingginya 172 cm, rambut panjang dan tubuhnya sempurna sekali, padat, keras, sedikit berotot perut, pokoknya seksi sekali. Diana menuntun tanganku ke dadanya. Disuruhnya aku meremas-remas dadanya. Belakangan kuketahui ukuranya 34C. Kemudian dia sendiri melepas bajunya dengan senyumnya yang menggoda sekali. Aku hanya diam terpaku melihat caranya melepas pakaian dengan pelan -pelan dengan gaya yang menggairahkan sambil menggoyang pinggulnya.

Kemudian terlihatlah semua bagian tubuhnya yang biasanya tersembunyi. Dadanya yang montok kencang menggantung-gantung, bulu kemaluan nya yang tipis rapi, tubuhnya yang putih mulus sangat menggairahkan. Batang kejantananku juga sudah membesar mengeras lebih dari biasanya. Lalu Diana kembali merapatkan tubuhnya ke arahku, ditempelkannya mulutnya ke kupingku, menjilatinya dan berbisik kepadaku, “Kamu akan merasakan seperti di surga.” Tapi aku masih berusaha menghindar walaupun sebenarnya aku mau kalau tidak pemalu. “Nanti kalau teman-teman datang bagaimana?” “Tenang saja saya sudah bilang mau tidur sebentar di sini dan jangan diganggu.” Gile sudah direncanaka!

Tanpa kusadari kemejaku sudah lepas (ke mana-mana aku biasa memakai kemeja lengan pendek) Diana menjilati perutku dan terus ke bawah. Aku masih diam ketakutan. Sampai akhirnya dia membuka celana dalamku. “Wah, ini akan hebat sekali. Begitu besar, keras. Belum pernah aku melihat seperti ini di film porno.”
Diana mulai mengisap -isap batang kemaluanku (baru-baru ini aku tahu namanya disepong karena almarhum istriku tidak pernah melakukannya). “Aaarghh.. argh..” aku baru sekali senikmat itu. “Kamu mulai bergairah kan, Sayang?” Baru kali itu dia memanggilku sayang. Aku benar-benar bergairah sekarang. Kuangkat tubuhnya ke kasur kujilati liang kewanitaannya yang sudah basah itu. “Nnngghhh.. ngghhh.. aaahh… ahhh” Diana mulai mengerang-ngerang. Tapi itu membuatku makin bergairah. Kuhisapi puting susunya yang berwarna pink. “Aahhh.. yeahh.. Tak kusangka kamu agresif sekali.” Kumasukkan jariku ke liang senggamanya. Kusodok-sodok makin lama makin cepat. Diana hanya bisa mengerang, mendesah-desah. “Ricky, cepat masukkan.. ahhnggh.. cepat, Diana udah nggak tahan.. ahhh.. Tapi pelan-pelan, Diana masih perawan.”
Waktu itu aku tidak memikirkan dia perawan atau tidak. Aku hanya memasukkan batang kemaluanku dengan pelan -pelan, sempit sekali. Benar-benar masih perawan, kupikir. Liang kewanitaannya begitu ketat menjepit batang kejantananku. Sampai akhirnya batang kemaluanku yang panjangnya 20 cm dan diameternya 3,8 cm amblas semua. “Aaakkhhh…” lagi -lagi teriakannya membuatku bersemangat sekali. Kusodok sekuat-kuatnya, sekancang-kencangnya.

“Ngghhh.. Rickkk.. gede banget.. aanggghh.. indah sekali rasanya.”
Kemudian kami mengganti posisi nungging. “Plok.. plok.. plok..” suara waktu aku sedang menggenjotnya dari belakang. Dadanya berayun-ayun. Diana kadang meremasnya sendiri.
“Aahhh.. lagi.. lebih cepat.. Aaahhh.. Diana udah keluar.. Kamu keluarin di luar, ya!” Tidak lama kemudian akupun keluar juga.
Kusemprot maniku ke sekujur tubuh Diana yang lemas tak berdaya. Dijilatinya lagi batang kenikmatanku sampai lama sekali sampai-sampai keluar lagi. Dengan nafas masih memburu terengah-engah, Diana memakai pakaiannya kembali. “Kamu hebat sekali Rick. Diana puas sekali. Sebenarnya aku sudah jatuh hati kepadamu pada pandangan pertama.” Kemudian sebelum keluar kamar Diana kembali mencium bibirku. Kali ini aku tidak malu lagi, kucium dia sambil kupegang payudaranya.

Setelah kenikmatan bersama itu, kami berpelukan untuk beberapa menit dan kami berciuman lagi untuk beberapa lama. Sejujurnya aku sudah jatuh hati kepada guru anakku sejak pertama kali bertemu dan sekarang baru kusadari bahwa dia juga telah jatuh hati kepadaku. Setelah itu aku kemudian berkata kepadanya, “Diana, aku ingin kamu menjadi kekasihku yang bersedia mengajari Jerry..” Belum selesai aku menyelesaikan kata-kataku, Diana langsung menciumku dan aku membalasnya dengan penuh kemesraan dan tentunya berbeda dengan perlakuan kami yang baru saja terjadi.
Setelah kami berciuman untuk beberapa menit, Diana langsung berkata kepadaku, “Ricky, aku juga ingin memiliki kekasih dan ternyata aku sekarang menemukannya dan aku ingin menikah denganmu dan kita bisa bersama-sama mendidik Jerry.” Setelah kejadian itu, Diana sering pergi keluar bersamaku dan Jerry.
READ MORE - Ngentot Memek Diana, Guru Anakku
Sunday, September 25, 2011 - 0 comments

Mertuaku Yang Aduhai

Aku seorang laki-laki biasa, hobbyku berolah raga, tinggi badanku 178 cm dengan bobot badan 75 kg. Tiga tahun yang lalu saya menikah dan menetap di rumah mertuaku. Hari-hari berlalu kami lewati tanpa adanya halangan walaupun sampai saat ini kami memang belum dianugrahi seorang anak pendamping hidup kita berdua. Kehidupan berkeluarga kami sangat baik, tanpa kekurangan apapun baik itu sifatnya materi maupun kehidupan seks kami. Tetapi memang nasib keluarga kami yang masih belum diberikan seorang momongan.

*****

Di rumah itu kami tinggal bertiga, aku dengan istriku dan Ibu dari istriku. Sering aku pulang lebih dulu dari istriku, karena aku pulang naik kereta sedangkan istriku naik kendaraan umum. Jadi sering pula aku berdua di rumah dengan mertuaku sampai dengan istriku pulang. Mertuaku berumur sekitar kurang lebih 45 tahun, tetapi dia mampu merawat tubuhnya dengan baik, aktif dengan kegiatan sosial dan bersenam bersama Ibu-Ibu yang lainnya. Kadang sering kulihat Ibu mertuaku pakai baju tidur tipis dan tanpa BH, melihat bentuk tubuhnya yang masih lumayan dengan kulitnya yang putih membuatku kadang bisa hilang akal sehat. Pernah suatu hari, selesai Ibu mertua selesai mandi hanya menggunakan sehelai handuk yang dililitkan ke badannya. Gak lama dia keluar kamar mandi telpon berdering, sesampai dekat telpon ternyata Ibu mertuaku sudah mengangkatnya, dari belakang kulihat bentuk pangkal pahanya sampai ke bawah kakinya begitu bersih tanpa ada bekas goresan sedikitpun.

Aku tertegun diam melihat kaki Ibu mertuaku, dalam hati berpikir “Kok, udah tua begini masih mulus aja ya.. ?”.
Aku terhentak kaget begitu Ibu mertuaku menaruh gagang telpon, dan aku langsung berhambur masuk kamar, ambil handuk dan mandi. Selesai mandi aku membuat kopi dan langsung duduk di depan TV nonton acara yang lumayan untuk ditonton. Gak lama Ibu mertuaku nyusul ikutan nonton sambil ngobrol denganku.
“Bagaimana kerjaanmu, baik-baik saja” tanya Ibu mertuaku.
“Baik, Bu. Lho Ibu sendiri gimana” tanyaku kembali.
Kami ngobrol sampai istriku datang dan ikut gabung ngobrol dengan kira berdua.

*****

Malam itu, jam 11.30 malam aku keluar kamar untuk minum, kulihat TV masih menyala dan kulihat Ibu mertuaku tertidur di depan TV. Rok Ibu mertuaku tersibak sampai celana dalamnya kelihatan sedikit. Kulihat kakinya begitu mulus, kuintip roknya dan terlihatlah gumpalan daging yang ditutupi celana dalamnya. Pengen banget rasanya kupegang dan kuremas vagina Ibu mertuaku itu, tetapi buru-buru aku ke dapur ambil minum lalu membawa ke kamar. Sebelum masuk kamar sambil berjalan pelan kulirik Ibu mertuaku sekali lagi dan burungku langsung ikut bereaksi pelan. Aku masuk kamar dan coba mengusir pikiranku yang mulai kerasukan ini. Aku telat bangun, kulihat istriku sudah tidak ada. Langsung aku berlari ke kamar mandi, selesai mandi sambil mengeringkan rambut yang basah aku berjalan pelan dan tanpa sengaja kulihat Ibu mertuaku berganti baju di kamarnya tanpa menutup pintu kamar. Aku kembali diam tertegun menatap keseluruhan bentuk tubuh Ibu mertuaku. Cuma sebentar aku masuk kamar, berganti pakaian kerja dan segera berangkat.

*****

Hari ini aku pulang cepat, di kantor juga nggak ada lagi kerjaan yang aku harus kerjakan. Sampai di rumah aku langsung mandi, membuat kopi dan duduk di pinggir kolam ikan. Sedang asyik ngeliatin ikan tiba-tiba kudengar suara teriakan, aku berlari menuju suara teriakan yang berasal dari kamar Ibu mertuaku. Langsung tanpa pikir panjang kubuka pintu kamar.
Kulihat Ibu mertuaku berdiri diatas kasur sambil teriak “Awas tikusnya keluar..!” tandas Ibu mertuaku.
“Mana ada tikus” gumanku.
“Lho.. kok pintunya dibuka terus” Ibu mertuaku kembali menegaskan.
Sambil kututup pintu kamar kubilang “Mana.. mana tikusnya..!”.
“Coba kamu lihat dibawah kasur atau disudut sana..” kata Ibu mertuaku sambil menunjuk meja riasnya.

Kuangkat seprei kasur dan memang tikus kecil mencuit sambil melompat kearahku. Aku ikut kaget dan lompat ke kasur.
Ibu mertuaku tertawa kecil melihat tingkahku dan mengatakan “Kamu takut juga ya?”.
Sambil berguman kecil kembali kucari tikus kecil itu dan sesekali melirik ke arah Ibu mertuaku yang sedang memegangi rok dan terangkat itu. Lagi enak-enaknya mencari tiba-tiba Ibu mertuaku kembali teriak dan melompat kearahku, ternyata tikusnya ada di atas kasur. Ibu mertuaku mendekapku dari belakang, bisa kurasakan payudaranya menempel di punggungku, hangat dan terasa kenyal-kenyal. Kuambil kertas dan kutangkap tikus yang udah mulai kecapaian itu trus kubuang keluar.

“Udah dibuang keluar belum?” tanya Ibu mertuaku.
“Sudah, Bu.” jawabku.
“Kamu periksa lagi, mungkin masih ada yang lain.. soalnya Ibu dengar suara tikusnya ada dua” tegas Ibu mertuaku.
“walah, tikus maen pake ajak temen segala!” gumamku.
Aku kembali masuk ke kamar dan kembali mengendus-endus dimana temennya itu tikus seperti yang dibilang Ibu mertuaku.
Ibu mertuaku duduk diatas kasur sedangkan aku sibuk mencari, begitu mencari di bawah kasur sepertinya tanganku ada yang meraba-raba diatas kasur. Aku kaget dan kesentak tanganku, ternyata tangan Ibu mertuaku yang merabanya, aku pikir temennya tikus tadi. Ibu mertuaku tersenyum dan kembali meraba tangaku. Aku memandang aneh kejadian itu, kubiarkan dia merabanya terus.

“Gak ada tikus lagi, Bu..!” kataku.
Tanpa berkata apapun Ibu mertuaku turun dari kasur dan langsung memelukku. Aku kaget dan panas dingin.
Dalam hati aku berkata “Kenapa nih orang?”.
Rambutku dibelai, diusap seperti seorang anak. Dipeluknya ku erat-erat seperti takut kehilangan.
“Ibu kenapa?” tanyaku.
“Ah.. nggak! Ibu cuma mau membelai kamu” jawabnya.
“Udah ya.. Bu, belai-belainya..!” kataku.
“Kenapa, kamu nggak suka dibelai sama Ibu” jawab Ibu mertuaku.
“Bukan nggak suka, Bu. Cumakan.. ?” tanyaku lagi.
“Cuma apa, ayo.. cuma apa..!?” potong Ibu mertuaku.
Aku diam saja, dalam hati biar sajalah nggak ada ruginya kok dibelai sama dia.

Ibu mertuaku terus membelaiku, rambut trus turun ke leher sambil dicium kecil. Aku merinding menahan geli, Ibu mertuaku terus bergerilya menyusuri tubuhku. Kaosku diangkat dan dibukanya, pentil dadaku dipegang, diusap dan dicium. Kudengar nafas Ibu mertuaku makin nggak beraturan. Dituntunnya aku keatas ranjang, mulailah pikiranku melanglang buana.
Dalam hati aku berpikir “Jangan-jangan Ibu mertuaku lagi kesepian dan minta disayang-sayang ama laki-laki”.
Aku tidak berani bertindak atau ikut melakukan seperti Ibu mertuaku lakukan kepada saya. Aku diatas ranjang dengan posisi terlentang, kulihat Ibu mertuaku terus masih mengusap-usap dada dan bagian perutku.
Dicium dan terus dielus, aku menggelinjang pelan dan berkata “Bu, sudah ya..”.
Dia diam saja dan tangan kananya masuk ke dalam celanaku, aku merengkuh pelan. Tangan kirinya berusaha untuk menurunkan celana pendekku. Aku beringsut untuk membantu menurunkan celana pendekku, tidak lama celanaku sudah lepas berikut celana dalamku.

Burungku sudah berdiri kencang, tangan kanan Ibu mertuaku masih memegang burungku dan menoleh kepadaku sambil tersenyum mesum. Kepala burungku diciumnya, tangan kirinya memijit bijiku, aku nggak tahan dengan gerakan yang dibuat Ibu mertuaku.
“Ah, ah.. hhmmh, teruss..” itu saja yang keluar dari mulutku.
Ibu mertuaku terus melanjutkan permainannya dengan mengulum burungku. Aku benar-benar terbuai dengan kelembutan yang diberikan Ibu mertuaku kepadaku. Kupegang kepala Ibu mertuaku yang bergerak naik turun. Bibirnya benar-benar lembut, gerakan kulumannya begitu pelan dan teratur. Aku merasa seperti disayang, dicintai dengan Ibu mertuaku.
“Ah, Bu.. aku nggak tahan lagi Bu..” jelasku.
“Hhmm.. mmh, heh..” suara Ibu mertuaku menjawabku.

Gerakan kepala Ibu mertuaku masih pelan dan teratur. Aku makin menggelinjang dibuatnya. Badanku menekuk, meliuk dan bergetar-getar menahan gejolak yang tak tahan kurasakan. Dan tak lama badanku mengejang keras. Kurasakan nikmat yang amat sangat kurasakan, kulihat Ibu mertuaku masih bergerak pelan, bibirnya masih menelan burungku dengan kedua tangannya yang memegang batang burungku. Dia melihatku dengan tatapan sayunya dan kemudian kembali menciumi burungku, geli yang kurasakan sampai ke ubun-ubun kepala.
“Banyak banget kamu keluarnya, Do..!” tanyaku Ibu mertuaku.
Aku terdiam lemas sambil melihat Ibu mertuaku datang menghampiriku dan memelukku dengan mesra. Aku balas pelukannya dan kucium dahinya. Kubantu dia membersihkan mulutnya yang masih penuh spremaku dengan menggunakan kaosku tadi. Aku duduk diranjang, telanjang bulat dan menghisap rokok. Sedang Ibu mertuaku, tiduran dekat dengan burungku.

“Kenapa jadi begini, Bu..?” tanyaku.
“Ibu cuma pengen aja kok..” jawab Ibu mertuaku.
Aku belai rambutnya dan kuelus-elus dia sambil berkata “Ibu mau juga.?”.
Dia menggangguk pelan, kumatikan rokokku dan terus kucium bibir Ibu mertuaku. Dia balas ciumanku dengan mesra, aku melihat tipe Ibu mertuaku bukanlah tipe yang haus akan seks, dia haus akan kasih sayang. Berhubungan badanpun sepertinya senang yang pelan-pelan bukannya seperti srigala lagi musim kawin. Aku ikut pola permainan Ibu mertuaku, pelan-pelan kucium dia mulai dari bibirnya terus ke bagian leher dan belakang kupingnya, dari situ aku ciumi terus ke arah dadanya.

Kubantu dia membukakan pakaiannya, kulepas semua pakaiannya. Kali ini aku benar-benar melihat semuanya, payaudaranya masih sedikit mengencang, badannya masih bersih untuk seumurannya, kakinya masih bagus karena sering senam dengan teman-teman arisannya. Kuraba dan kuusap semua badannya dari pangkap paha sampai ke payudaranya. Aku kembali ciumi dia dengan pelan dan beraturan. Payudaranya kupegang, kuremas pelan dan lembut, kucium putingnya dan kudengar desahan nafasnya. Kunikmati dengan pelan seluruh bentuk tubuhnya dengan mencium dan membelai setiap inchi bagian tubuhnya. Puas di dada aku terus menyusuri bagian perutnya, kujilati perutnya serta memainkan ujung lidahku dengan putaran lembut membuat dia kejang-kejang kecil. Tangannya terus meremas dan menjambak rambutku. Sampai akhirnya bibirku mencium daerah berbulu miliknya, kucium aroma vaginanya serta kujilati bibir vaginanya.

“Oucchh.. terus sayang, kamu lembut sekali.. tee.. teruss..” kudengar suaranya pelan.
Kumainkan ujung lidahku menyusuri dinding vaginanya, kadang masuk kadang menjilat membuat dia seperti ujung kenikmatan luar biasa. Kemudian ditariknya kepalaku dan melumat bibirku dengan panas. Dia kembali menidurkan aku dan terus dia menaikiku. Dipegangnya kembali burungku yang sudah kembali siap menyerang. Diarahkan burungku ke lobang vaginanya dan slepp.. masuk sudah seluruh batangku ditelan vagina Ibu mertuaku. Diangkat dan digoyang memutar-mutar vaginanya untuk mendapatkan kenikmatan yang dia inginkan.

“Ah.. uh, nikmat banget ya..!” kata Ibu mertuaku.
Dengan gerakan seperti itu tak lepas kuremas payudaranya dengan pelan sesekali kucium dan kujilat.
“Aduh, Ibu nggak tahan lagi sayang..” kata Ibu mertuaku.
Aku coba ikut membantu dia untuk mendapatkan kepuasan yang dulu mungkin pernah dia rasakan sebelum denganku. Gerakannya makin cepat dari sebelumnya, dan dia berhenti sambil mendekapku kembali. Kurangkul dia dan terus menggoyangkan batang burungku yang masih didalam dengan naik turun.
“Ahh.. ah.. ahhss..” desah Ibu mertuaku.
Kupeluk dia sambil kuciumi bibirnya. Dia diam dan tetap diatas dalam dekapanku.
“Enak ya.. Bu. Mau lagi.. ?” tanyaku.
Dia menoleh tersenyum sambil telunjuknya mencoel ujung hidungku.
“Kenapa? Kamu mau lagi?” canda Ibu mertuaku.

Tanpa banyak cerita kumulai lagi gerakan-gerakan panas, kuangkat Ibu mertuaku dan aku menidurkan sambil menciumnya kembali. Kutuntun dia untuk bermain di posisi yang lain. Kuajak dia berdiri di samping ranjangnya. Sepertinya dia bingung mau diapain. Tetapi untuk menutupi kebingunggannya kucium tengkuk lehernya dan menjilati kupingnya. Kuputar badannya untuk membelakangiku, kurangkul dia dari belakang. Tangan kanannya memegang batang burungku sambil mengocoknya pelan. Kuangkat kaki kanannya dan terus kupegangi kakinya. Sepertinya dia mengerti bagaimana kita akan bermain. Tangan kanannya menuntun burungku ke arah vaginanya, pelan dan pasti kumasukkan batang burungku dan masuk dengan lembut. Ibu mertuaku merengkuh nikmat, kutarik dan kudorong pelan burungku sambil mengikuti gerakan pantat yang diputar-putar Ibu mertuaku. Kutambah kecepatan gerakanku pelan-pelan, masuk keluar dan makin kepeluk Ibu mertuaku dengan dekapan dan ciuman di tengkuk lehernya.

“Ah.. ah.. Dod.. Dodo, kammuu..!” suara Ibu mertuaku pelan kudengar.
“Ibu keluar lagi.. Do..” kata Ibu mertuaku.
Makin kutambah kecepatan sodokan batangku dan.., “Acchh..” Ibu mertuaku berteriak kecil sambil kupeluk dia. Tubuhnya bergetar lemas dan langsung jatuh ke kasur. Kubalik tubuhnya dan kembali kumasukkan burungku ke vaginanya. Dia memelukku dan menjepit pinggangku dengan kedua kakinya. Kuayun pantatku naik turun membuat Ibu mertuaku makin meringkih kegelian.
“Ayo Dodo, kamu lama banget sih.. Ibu geli banget nih..” kata Ibu mertuaku.
“Dikit lagi, Bu..!” sahutku.

Ibu mertuaku membantu dengan menambah gerakan erotisnya. Kurasakan kenikmatan itu datang tak lama lagi. Tubuhku bergetar dan menegang sementara Ibu mertuaku memutar pantatnya dengan cepat. Kuhamburkan seluruh cairanku ke dalam vaginanya.
“Ahhcckk.. ahhk.. aduhh.. nikmatnya” kataku.
Ibu mertuaku memelukku dengan kencang tapi lembut.
“Waduh banyak juga kayaknya kamu keluarkan cairanmu untuk Ibu..” kata Ibu mertuaku.
Aku terkulai lemas dan tak berdaya disamping Ibu mertuaku. Tangan Ibu mertuaku memegang batang burungku sambil memainkan sisa cairan di ujung batang burungku. Aku kegelian begitu tangan Ibu mertuaku negusap kepala burungku yang sudah kembali menciut. Kucium bibir Ibu mertuaku pelan dan terus keluar kamar terus mandi lagi.

*****

Semenjak hari itu aku sering mengingat kejadian itu. Sudah empat hari Ibu mertuaku pergi dengan teman-temannya acara jalan-jalan dengan koperasi Ibu-Ibu di daerah itu. Jam 05.00 sore aku sudah ada di rumah, kulihat rumah sepi seperti biasanya.
Sebelum masuk ke kamar tidurku kulihat kamar mandi ada yang mandi, aku bertanya “Siapa didalam?”.
“Ibu! Kamu sudah pulang Do..” balas Ibu mertuaku.
“O, iya. Kapan sampainya Bu?” tanyaku lagi sambil masuk kamar.
“Baru setengah jam sampai!” jawab Ibu mertuaku.

Kuganti pakaianku dengan pakaian rumah, celana pendek dan kaos oblong. Aku berjalan hendak mengambil handukku untuk mandi. Begitu handuk sudah kuambil aku berjalan lagi ke kamar mau tidur-tiduran dulu sebelum mandi. Lewat pintu kamar mandi kulihat Ibu mertuaku keluar kamar mandi dengan menggunakan handuk yang dililitkan ke badannya. Aku menunduk coba untuk tidak melihatnya, tetapi dia sengaja malah menubrukku.
“Kamu mau mandi ya?” tanya Ibu mertuaku.
“Iya, emang Ibu mau mandi lagi”? candaku.
Dia langsung peluk aku dan cium pipi kananku sambil berbisik dia katakan “Mau Ibu mandiin nggak!”.
“Eh, Ibu. Emang bayi pake dimandiin segala” balasku.
“Ayo sini.. biar bersih mandinya..” jawab Ibu mertuaku sambil menarikku ke kamar mandi.

Sampai kamar mandi aku taruh handukku sedangkan Ibu mertuaku membantu melapaskan bajuku. Sekarang aku telanjang bulat, dan langsung mengguyur badanku dengan air. Ibu mertuaku melepaksan handuknya dan kita sudah benar-benar telanjang bulat bersama. Burungku mulai naik pelan-pelan melihat suasana yang seperti itu.
“Eh, belum diapa-apain sudah berdiri?” kata Ibu mertuaku sambil nyubit kecil di burungku.
Aku mengisut malu-malu diperlakukan seperti itu. Kuambil sabun dan kugosok badanku dengan sabun mandi. Kita bercerita-cerita tentang hal-hal yang kita lakukan beberapa hari ini. Si Ibu bercerita tentang teman-temannya sedangkan aku bercerita tentang pekerjaan dan lingkungan kantorku. Ibu mertuaku terus menyabuni aku dengan lembut, sepertinya dia lakukan benar-benar ingin membuatku mandi kali ini bersih. Aku terus saja bercerita, Ibu mertuaku terus menyabuni aku sampai ke pelosok-pelosok tubuhku. Burungku dipegangnya dan disabuni dengan hati-hati dan lembut.

Selesai disabun aku guyur kembali badanku dan sudah itu mengeringkannya dengan handuk. Begitu mau pakai celana Ibu mertuaku melarang dengan menggelengkan kepalanya. Aku lilitkan handukku dan kemudian ditariknya tanganku ke kamar tidur Ibu mertuaku. Sampai di kamar aku didorongnya ke kasur dan segera dia menutup pintu kamarnya. Aku tersenyum melihatnya seperti itu, dia lepaskan handuk di badannya dan di badanku. Burungku memang sudah hampir total berdiri. Selepasnya handukku dia langsung mengulum burungku, aku terdiam melihatnya bergairah seperti itu. Cuma sebentar dia ciumi burungku, langsung dia menaikku dan memasukkan burungku ke vaginanya. Dalam hati aku berpikir kalau Ibu mertuaku memang sudah kangen banget melakukannya lagi denganku. Dia angkat dan dia turunkan pantatnya dengan gerakan yang stabil. aku pegang dan remas-remas payudaranya membuat dia seperti terbang keawang-awang.

Gerakannya makin cepat dan bersuara dengan pelan “Oh.. oh,.ahcch..”.
Dan tak lama kemudian badannya menegang kencang dan jatuh ke pelukkanku.
Kupeluk dia erat-erat sambil mengatakan “Waduh.. enak banget ya?”.
“He-eh, enak” balasnya.
“Emang ngeliat siapa disana sampai begini?” tanyaku.
“Ah, nggak ngeliat siapa-siapa, cuma kangen aja..” balas Ibu mertaku.
Kali ini aku kembali bergerak, kuciumi dia terlebih dahulu sambil kuremas payudaranya. Kubuat dia mendesah geli dan kubangkitkan lagi gairahnya kembali. Sampai di daerah vaginanya, kujilati dinding vaginanya sambil memainkan lobang vaginanya. Ibu mertuaku kadang merapatkan kakinya mendekapkan wajahku untuk masuk ke vaginanya.

“Ayo ah.. kamu ngebuat Ibu gila nanti” kata Ibu mertuaku.
Aku beranjak berdiri dan menidurnya sambil mengarahkan burungku masuk ke dalam vaginanya. Pelan-pelan aku goyangkan burungku, kadang kutekan pelan dengan irama-irama lembut. Tak lama masuk sudah burungku ke dalam dan Ibu mertuaku mendesis kayak ular cobra. Kugoyang pantatku, kunaikkan dan kutekan kembali burungku masuk ke dalam vaginanya. Aku terus bergerak monoton dengan ciuman-ciuman sayang ke arah bibir Ibu mertuaku. Ibu mertuaku hanya mengeluarkan desahan-desahan dengan matanya yang merem melek. Kulihat dia begitu nikmat merasakan burungku ada dalam vaginanya. Dia jepit pinggangku dengan kedua kakinya untuk membantuku menekan batang burungku yang sedari tadi masih terus mengocok lobang vaginanya.
“Aku nggak kuat, Do..” desah ibu mertuaku.
Aku semakin menambah kecepatan gerakanku apalagi setelah Ibu mertuaku memintaku untuk keluar berbarengan, aku menggeliat menambah erotis gerakanku.
“Acchh.. sshh.. ah.. oh” desah Ibu dengan dibarengi pelukannya yang kencang ke badanku.

Tiba-tiba kurasakan cairanku ikut keluar dan terus keluar masuk ke dalam vagina Ibu mertuaku. Aku benar-benar puas dibuat Ibu mertuaku, sepertinya cairanku benar-benar banyak keluar dam membasahi lubang dan dinding vagina Ibu mertuaku. Ibu mertuaku masih memelukku erat dan menciumi leherku dengan kelembutan. Aku beranjak bangun dan mencabut batang burungku, kulihat banyak cairan yang keluar dari lobang vagina Ibu mertuaku.
“Mungkin nggak ketampung makanya tumpah”, kataku dalam hati.
Aku pamit dan langsung ke kamar mandi membersihkan badan serta burungku yang penuh dengan keringat serta sisa sperma di batangku.

*****

Itulah terakhir kali kami melakukan perbuatan itu bersama. Sebenarnya aku berusaha untuk menghindar, tetapi kita hanyalah manusia biasa yang terlalu mudah tergoda dengan hal itu. Ibu mertuaku pindah ke rumah anaknya yang sulung, aku tahu maksud dan tujuannya. Tetapi istriku tidak menerimanya dan berprasangka bahwa istriku tidak mampu menjaga ibunya yang satu itu.
READ MORE - Mertuaku Yang Aduhai
- 1 comments

Desahan Mertuaku

Mertuaku yang biasa kupanggil Mama ini pindah ke Bandung setelah suaminya meninggal dan tinggal di rumah anak dari istri pertama suaminya. Sebenarnya suaminya memiliki cukup banyak harta tetapi karena mertuaku kawin di bawah tangan, jadi dia tidak mendapatkan harta warisan apa-apa selain perhiasan-perhiasan dari suaminya itu. Karena ada perselisihan, mertuaku dan ketiga anaknya pindah dari rumah itu dan memulai usaha menjadi penjual jamu gendong untuk menafkahi ketiga anaknya. Namun karena sekarang ini dia merasa sudah tidak mempunyai tanggungan apa-apa lagi dan juga telah mempunyai rumah di pinggiran kota Bandung, dia sudah berhenti dari kegiatannya itu. Aku dan istri setiap akhir bulan selalu menyempatkan diri ke rumah mertuaku sekaligus membawa uang ala kadarnya sekedar untuk menambah biaya hidup sehari-hari.

Namun pada hari itu, Sabtu, entah kenapa istriku tidak enak badan dan menyuruhku pergi sendiri saja. Kubawa motorku ke arah selatan kota Bandung hingga satu jam kemudian aku sampai di rumah yang sederhana tapi kokoh itu. Rumah itu sepi namun pintunya terbuka lebar-lebar. Seperti biasanya kurebahkan tubuhku di bangku bale-bale bambu yang ada di ruang tamu untuk melepas lelah. Tak lama kemudian mertuaku datang.
“Eh, Dik Willy, sudah lama Dik?”
Dia menyapaku memang kesannya basa-basi tetapi sebenarnya tidak.
“Enggak, barusan kok”, jawabku menyambut sapaannya.

“Mana Ida?”, tanyanya.
“Lagi sakit, Ma. Katanya demam tuh, kusuruh istirahat saja” jawabku.
“Oh, wah, wah, wah, jangan-jangan tanda-tanda mau punya anak tuh”, ujar mertuaku senang.
Memang dia ini sangat mendambakan cucu dari pernikahan kami.
“Mudah-mudahan, Ma”
“Ya sudah, sudah makan belum. Mama punya sayur asem sama ikan asin pake sambel terasi, kamu mau nggak?”, mertuaku menawariku makan.
“Iya,aku mau banget tuh”

Bergegas aku ke ruang makan dan melihat hidangan yang ditawarkannya itu masih belum disentuh siapapun. Sambil makan kami mengobrol lagi.
“Nony ke mana Ma?” tanyaku.
“Katanya piknik sama temen-temennya ke luar kota, kemarin sore berangkatnya”
“Oh”, jawabnya.
Memang mertuaku hanya tinggal berdua dengan Nony karena Cheny lebih memilih kost di dekat tempatnya bekerja. Kami mengobrol tentang macam-macam sampai obrolan yang nyerempet-nyerempet.
“Kamu ini sudah hampir dua tahun kok belum punya anak juga?”
“Ya enggak tahu tuh, Ma”
“Apa kamunya yang nggak bisa? Kalo nggak bisa sini Mama ajarin”
“Ajarin apa, Ma?”
“Mama buatin jamu biar subur”
“Ah bisa aja Mama nih”
Obrolan sengaja kupancing dan kuarahkan ke masalah seksual.
“Ma saya boleh nanya nggak?”
“Apa?”
“Dulu Pa’e sering dibuatin jamu nggak?”
“Ya kalo lagi sakit aja”
“Untuk yang lain?”
“Yang lain tuh apa?”
“Jamu kuat lelaki misalnya?”
“Ha, ha, ha, kamu ini ada-ada saja. Nggak usah pake begituan juga mertua lakimu itu sudah kuat, kok. Malah sebelum mati dia nambah lagi satu”
“Jadi nggak pernah sama sekali, Ma?”
“Pernah sich sekali-kali. Itu juga dia yang minta”
“Terus Mamanya gimana?”
“Ya tokcer lah, ha, ha, ha, eh, kamu kok tanya itu sih?”
“Terus sekarang ini Mama kalo lagi pengen gimana?”
Wajahnya sedikit memerah tetapi dijawabnya juga, “Ya, banyak-banyakin aja kerjaan, ya masak, nyuci piring, nyapu pekarangan, entar juga lupa, terus sudahnya, capek, ya tidur”
“Oh”, jawabku.
“Kamu ini nanyanya ngawur, aja”
“He, he, he…”
“Sudah sore sana mandi”
“Iya Ma”

Sementara aku mandi, kurasakan penisku yang sudah berdiri tegak. Kukocok penisku sambil membayangkan tubuh mertuaku. Mertuaku ini masih lumayan kencang walau sudah memiliki anak tiga. Menurut istriku, dia rajin luluran kulit sawo matang disertai dengan minum jamu rutin. Perutnya masih cukup ramping walaupun sudah ada sedikit lipatan-lipatan lemak. Buah dadanya yang berukuran 36B itu tetap kencang karena ramuan dari luar disertai jamu-jamuan demikian juga dengan bongkahan pantatnya. Satu hal lagi, dia ini tidak pernah memakai daster, atau baju apapun. Pakaian sehari-harinya adalah kain kebaya dengan kemben yang dililit hingga dadanya.
“Dik Yanto, nanti kalau sudah airnya diisi lagi ya?”
“Iya, Ma”.

Setelah mandi kupompa air di luar kamar mandi sementara itu mertuaku berjongkok mencuci piring di bawah pancuran pompa tangan. Ember yang telah terisi kubawa ke kamar mandi untuk diisikan ke bak, begitu seterusnya hingga penuh. Sambil memompa kuperhatikan belahan buah dada mertuaku hingga membuat penisku berdiri lagi hingga tak sadar handukku terlepas.
“Wah, semalem belum dikasih ‘makan’ ya?”, begitu sindir mertuaku.
“Iya nih, Ma”
“Kenapa sih kamu kok cuma liat nenek-nenek aja langsung berdiri?”
“Abis Mama montok sih”, jawabku asal saja.
“Hus, apanya yang montok”
“Itu belahan teteknya, makanya saya jadi begini”
“Oh ini, mau lihat?”
“Iya, mau, mau Ma”
Sejenak dia berbalik terus membuka kembennya hingga perutnya yang cukup ramping itu terbuka.
“Nih, liat aja”, katanya sambil kupegang buah dadanya.
“Eh katanya cuma liat?”
“Ya liat sama pegang, Ma”
Kuremas-remas buah dadanya hingga nafasnya tersengal.
“Sudah To, sudah”
Tapi aku terus saja meremasnya dengan bersemangat.
“Sudah To, Mama mau mandi dulu”
“Bener mau mandi apa mau yang lain?”
“Bener Mama mau mandi”
“Nanti lagi ya?”
Mertuaku tidak menjawab, hanya berlalu ke kamar mandi.


Aku tunggu di kamar tidurnya hingga beberapa menit kemudian mertuaku sudah masuk ke kamarnya lagi. Tubuhnya hanya berbalut kain saja. Yang membuatku kaget adalah mertuaku membuka begitu saja kainnya di hadapanku yang masih berbaring. Kulihat buah dada yang cukup sekal tadi disertai dengan perut yang ramping dan pantat yang montok. Yang membuatku tak tahan adalah belahan vaginanya yang berbulu sangat lebat berbentuk segitiga. Pelan-pelan kudekati dia dengan pelukan yang cukup hangat dan ciuman yang kuat di bibirnya, mertuaku hanya pasrah saja. Kuteruskan tindakan yang tadi kulakukan di luar. Kali ini aku berjongkok lalu kumainkan vaginanya dengan mulutku sementara tanganku naik turun bergantian. Kuremas-remas bongkahan pantatnya yang padat itu dengan tangan kanan dan tangan kiriku memelintir-melintir puting susunya dengan sesekali menjumput dan meremas buah dadanya itu. Begitu terus bergantian dengan tangan kanan dan kiri. Pada saat yang bersamaan kuhisap-hisap dengan gemas bibir vaginanya.

“Aghhh, aghhh, aghhh”, suara itu keluar dari mulut mertuaku di iringi dengan suara dari mulutku yang terus menghisap vaginanya yang banjir itu.
Begitu seterusnya hingga, “Udahhh, aghhh, masukin aja punya kamu, To”.
Aku rebahkan mertuaku ranjang dengan pantat dan pinggulnya berada di pinggir ranjang, kedua kakinya kuangkat ke bahuku. Aku berlutut di lantai dengan penisku berada tepat di pintu liang vagina itu. Kumain-mainkan dulu kepala penisku di kelentitnya dengan berputar-putar lalu baru kuturunkan ke vaginanya. Perlahan tapi pasti kumasukkan penisku ke liang vaginanya.
“Eghhh.., sssttt, pelan-pelan, To”
“Mama kayak perawan aja”
Setiap dorongan sepertinya ada yang mengganjal penisku di dalam vaginanya.
“Eghhh, aduh sakit, To”
“Hah, sakit?”
Sambil mendorong kugoyang-goyangkan juga pinggulku ke kiri dan ke kanan supaya lorong vaginanya agak melebar. Setiap dorongan juga kutarik sedikit penisku keluar lalu kudorong lagi supaya bagian yang sulit ditembus itu agak terbuka. Lalu, sleb, sleb, sleb, dengan tiga kali dorongan penisku sudah masuk semua ke dalam rongga vagina mertuaku. Aku berdiam sesaat hingga kurasakan denyutan kecil seperti hisapan-hisapan lembut. Ternyata mertuaku mempunyai vagina yang bisa menghisap-hisap penis. Mungkin karena jamu-jamuan yang rutin diminumnya sehingga dia bisa seperti ini.

“Ayo To, nunggu apa lagi?”
Kutarik dengan diiringi helaan nafasku, lalu ku dorong lagi hingga bless, bless, bless, penisku tertancap hingga pangkalnya. Keluar juga suara kecipak dari vagina mertuaku. Dari mulut kami juga keluar suara-suara desahan dan lenguhan nafas kami mewarnai suasana yang erotis.
“Aghhh, aghhh, aghhh, shhh, ohhh, aghhh”, begitu suara deru nafas mertuaku.
Aku tetap berkonsentrasi supaya penisku tidak menembak lebih dahulu dan orgasme namun karena nikmatnya vagina mertuaku ini membuatku tak tahan. Namun dengan mengatur nafas aku bisa mengimbangi permainannya. Sudah hampir satu jam kami saling asyik masyuk sampai tanda-tanda akan orgasme terasa pada kami.

Kulihat gerakan mengejang dari perut mertuaku dan juga wajahnya yang semakin terlihat gelisah disertai keringat dan matanya yang turun seperti fly, kepalanya yang bergeser ke kiri dan ke kanan, tangannya juga berusaha menggapai apa yang bisa diremas. Itu biasanya gejala wanita yang akan orgasme.
Tak lama kemudian, “Aghhh, cepetan To, aku mau nyampe nih”
“Aku juga, aghhh”
“Iiihhh, aghhh, ehmm, aghhh”
Begitu jeritan kecil dari mulut mertuaku disertai deru nafasnya menandakan bahwa dia telah orgasme.
“Ughhh, ughhh, ughhh”, begitu sisa nafasnya menikmati sensasi orgasme yang tiada tara.
Aku juga merasakan hal yang sama dengan mengejangnya seluruh tubuhku dan menyemprotnya spermaku, entah berapa kali kusemprotkan cairan penuh kenikmatan ini ke dalam rahim mertuaku.

Tubuh kami langsung lunglai. Aku langsung berbaring telungkup diatas mertuaku dengan kondisi penis yang masih menancap di vaginanya. Tak lama kemudian peniskupun layu dan terlepas dengan sendirinya dari liang vagina yang nikmat itu.
“Kamu hebat juga, To”
“Iya dong, Ma”
“Jangan panggil Mama lagi”
“Siapa dong?”
“Heny aja”
“Iya Hen, ughhh gimana enak nggak?”
“Enak tenan, lho”

Mata mertuaku langsung sayu dan terpejam lalu tertidur. Aku turun dari tubuhnya dan juga merasa mengantuk sekali hingga aku juga tertidur. Tak terasa kami tertidur hingga aku terbangun dan mertuaku masih di sisiku sambil memeluk tubuhku. Tubuh kami masih telanjang bulat ketika itu.
Tiba-tiba, “Ehmm, he, he, gimana kamu puas nggak?”
“Iya Hen, aku puas banget. Aku sudah pengen begini sama kamu sejak lama tapi nggak tahu harus gimana dan takut kamunya marah”
“Hhh”, mertuaku menghela nafas lega.
“Yah, kan sekarang sudah”, kataku.
“Tapi To, aku masih serr-serran lho”, begitu katanya sambil menggenggam penisku yang sedari tadi agak lunglai terasa seperti ingin bangun lagi.


Sepertinya mertuaku ini tahu bagaimana cara membangunkan kembali penis melalui tekanan-tekanan pada urat-urat di tempat lain. Aku langsung menciumi buah dadanya dan tanganku mengobok-obok vaginanya. Mertuaku mulai terangsang kembali dan dengan cepat aku berada di posisi siap di atas tubuhnya. Dengan sekali dorongan, penisku sudah menancap di dalam vagina yang sudah becek itu.
Mertuaku berkata, “To, aku yang di atas yah?”
“Emangnya bisa?”
“Bisa dong, kan udah nontonn filmnya Cheny”, rupanya mertuaku sering menonton VCD blue film dengan anaknya, Cheny.
Jadi tidak heran kalau dia faham posisi-posisi dalam bercinta. Dengan berguling kini posisi tubuhnya berbalik berada di atasku. Mertuaku mencoba duduk dengan melipat kakinya lalu dia mulai bergoyang maju-mundur dan memutar ditingkahi dengan suara dari vaginanya hingga menambah gairahnya untuk memacu goyangannya. Aku dari bawah hanya memegangi buah pantatnya dan tanganku yang satu memainkan kelentitnya yang berada tepat berada di perutku. Hanya sekitar setengah jam mertuaku mulai menampakkan gejala ingin orgasme. Dalam hitungan detik dia sudah orgasme. Tubuhnya kembali lunglai dan berbaring di atas dadaku. Namun aku belum, hingga secepat kilat aku berbalik dan berada di atasnya dan langsung bergoyang untuk mengejar orgasmeku.
“Aduhhh udahhh To, aughh, gelii, To..”, hingga beberapa detik kemudian aku merasakan orgasmeku yang kedua begitu nikmat dengan tembakan spermaku yang masih cukup kuat.

Kami kemudian mengobrol hal-hal yang berbau pornografi dan erotis hingga terangsang kembali dan kami bersenggama lagi, begitu seterusnya hingga subuh. Entah sudah berapa kali kami melakukan hal yang sebenarnya merupakan aib bagi keluarga kami sendiri. Sekarang ini mertuaku sudah mempunyai cucu dan lebih menjaga jarak denganku. Dia merasa hal yang sudah kami lakukan itu adalah aib dan tidak sepantasnya dilakukan, dan jika kusinggung soal hal itu dia nampaknya agak marah dan tidak suka. Dia telah menjadi nenek yang baik bagi anakku.
READ MORE - Desahan Mertuaku
- 1 comments

Dikeroyok Tante Tante Montok



Namaku Anto, aku tinggal bersama pamanku di Jakarta. Dia adalah salah satu contoh orang sukses. Mempunyai 6 orang istri yang cantik-cantik. Istri pertamanya bernama adalah Tante Endang usia 45 tahun, kedua Tante Rani usia 42 tahun, ketiga Tante Yani usia 39 tahun, keempat Tante Rina usia 37 tahun, kelima Tante Ratna usia 35 tahun, dan terakhir Tante Rini 33 tahun.

Pada suatu hari ketika akau ke villa, aku menemukan album foto di kamar Tante Yani, yang ternyata berisi foto bugil Tante-Tanteku. Kubolak balik foto-foto tersebut yang menampakkan tubuh-tubuh telanjang Tante-Tanteku, walaupun ada yang ssudah berumur diatas 40 tahun seperti Tante Endang dan Tante Rani tapi tubuh mereka tidak kalah dengan keempat istri muda yang lain. Membuat aku terangsang dan ingin merasakan hangatnya tubuh mereka. Hingga ada ide gila untuk memperalat mereka melalui foto-foto tersebut. Mulai kususun rencana siapa yang pertama aku kerjain, lalu kupilih Tante Tante Endang (45 tahun) dan Tante Rina (37 tahun).

Aku telepon rumah Tante Endang dan Tante Rina. Aku minta mereka untuk menemuiku di villa keluarga. Aku sendiri lalu bersiap untuk pergi ke sana. Sampai disana kuminta penjaga villa untuk pulang kampung. Tak lama kemudian Tante Endang dan Tante Rina sampai. Kuminta mereka masuk ke ruang tamu.
"Ada apa sih Anto?" tanya Tante Endang yang mengenakan kaos lengan panjang dengan celana jeans.
"Duduk dulu Tante," jawabku.
"Iya ada apa sih?" tanya Tante Rina yang mengenakan Kemeja you can see dengan rok panjang.
"Saya mau tanya sama Tante berdua, ini milik siapa?", kataku sambil mengeluarkan sebuah bungkusan yang di dalamnya berisi setumpuk foto. Tante Endang lalu melihat foto apa yang ditunjukkan olehnya.
"Darimana kamu dapatkan foto-foto ini?" tanya Tante Endang panik mendapatkan foto-foto telanjang dirinya.
"Anto.. apa-apaan ini, darimana barang ini?" tanya Tante Rina dengan tegang.
"Hhhmm.. begini Tante Endang, waktu itu saya kebetulan lagi bersih-bersih, pas kebetulan dikamar Tante Yani saya lihat kok ada foto-foto telanjang tubuh Tante-Tante yang aduhai itu," jawabku sambil tersenyum.

"Baik.. kalau gitu serahkan klisenya?" Kata Tante Rina.
"Baik tapi ada syaratnya lho," jawabku.
"Katakan apa syaratnya dan kita selesaikan ini baik-baik," kata Tante Endang dengan ketus.
"Iya Anto, tolong katakan apa yang kamu minta, asal kamu kembalikan klisenya," tambah Tante Rina memohon.
"Ooo.. nggak, nggak, saya nggak minta apa-apa, Cuma saya ingin melihat langsung Tante telanjang," kataku.
"Jangan kurang ajar kamu!" kata Tante Endang dan Tante Rina dengan marah dan menundingnya. "Wah.. wah.. jangan galak gitu dong Tante, saya kan nggak sengaja, justru Tante-Tante sendiri yang ceroboh kan," jawabku sambil menggeser dudukku lebih dekat lagi.
"Bagaimana Tante?"
"Hei.. jangan kurang ajar, keterlaluan!!" bentak Tante Rina sambil menepis tanganku.
"Bangsat.. berani sekali, kamu kira siapa kami hah.. dasar orang kampung!!" Tante Endang menghardik dengan marah dan melemparkan setumpuk foto itu ke wajahku.
"Hehehe.. ayolah Tante, coba bayangkan, gimana kalo foto-foto itu diterima paman di kantor, wah bisa- bisa Tante semua jadi terkenal deh!!" kataku lagi.

Kulihat kananku Tante Endang tertegun diam, kurasa dia merasakan hal yang kuucapkan tadi. Kenapa harus kami yang tanggung jawab,
"Tante-Tantemu yang lain kok tidak?" tanya Tante Endang lemas.
"Oh, nanti juga mereka akan dapat giliran," jawabku.
"Bagaimana Tante? Apa ssudah berubah pikiran?"
"Baiklah, tapi kamu hanya melihat saja kan?" tanya Tante Rina.
"Iya, dan kalau boleh sekalian memegangnya?" jawabku.
"Kamu jangan macam-macam Anto, hardik Tante Endang."
"Biarlah Mbakyu, daripada ketahuan," jawab Tante Rina sambil berdiri dan mulai melepas pakaiannya, diikuti Tante Endang sambil merengut marah.

Hingga tampak kedua Tanteku itu telanjang bulat dihadapanku. Tante Endang walau ssudah berusia 45 tahun tapi tubuhnya masih montok, dengan kulit kuning langsat dan sedikit gemuk dengan kedua payudaranya yang besar menggantung bergoyang-goyang dengan puting susunya juga besar. Turun kebawah tampak pinggulnya yang lebar serta bulu hitam di selangkangan amat lebat. Tidak kalah dengan tubuh Tante Rina yang berusia 37 tahun dengan tubuh langsing berwarna kuning langsat, serta payudaranya yang tidak begitu besar tapi nampak kenyal dengan puting yang sedkit naik keatas. Pinggulnya juga kecil serta bulu kemaluannya di selangkangan baru dipotong pendek.
"Ssudah Anto?" tanya Tante Endang sambil mulai memakai bajunya kembali.
"Eh, belum Tante, kan tadi boleh pegang sekalian, lagian saya belum lihat vagina Tante berdua dengan jelas," jawabku.
"Kurang ajar kamu," kata Tante Rina setengah berteriak.
"Ya sudah kalo nggak boleh kukirim foto Tante berdua nih?" jawabku.
"Baiklah," balas Tante Endang ketus,
"Apalagi yang mesti kami lakukan?"
"Coba Tante berdua duduk di sofa ini," kataku.
"Dan buka lebar-lebar paha Tante berdua," kataku ketika mereka mulai duduk.
"Begini Anto, Cepat ya," balas Tante Rina sambil membuka lebar kedua pahanya.
Hingga tampak vaginanya yang berwarna kemerahan.
"Tante Endang juga dong, rambutnya lebat sih, nggak kelihatan nih," kataku sambil jongkok diantara mereka berdua.

"Beginikan," jawab Tante Endang yang juga mulai membuka lebar kedua pahanya dan tangannya menyibakkan rambut kemaluannya kesamping hingga tampak vaginanya yang kecoklatan.
"Anto pegang sebentar ya?" kataku sambil tangan kananku coba meraba selangkangan Tante Endang sementara tangan kiriku meraba selangkangan Tante Rina. Kumainkan jari-jari kedua tanganku di vagina Tante Endang dan Tante Rina.
"Sudah belum, Anto.. Ess..," kata Tante Endang sedikit mendesah.
"Eeemmhh.. uuhh.. jangan Anto, tolong hentikan.. eemmhh!" desah Tante Rina juga ketika tanganku sampai ke belahan kemaluannya.
"Sebentar lagi kok Tante, memang kenapa?" tanyaku pura-pura sambil terus memainkan kedua tanganku di vagina Tante Endang dan Tante Rina yang mulai membasah.
"Eh, ini apa Tante?" tanyaku pura-pura sambil mengelus-selus klitoris mereka.

"Ohh.. Itu klitoris namanya Anto, jangan kamu pegang ya..," desis Tante Endang menahan geli.
"Iya jangan kamu gituin klitoris Tante dong," dasah Tante Rina.
"Memang kenapa Tante, tadi katanya boleh," kataku sambil terus memainkan klitoris mereka. "Sshh.., oohh.., geliss.., To," rintih Tante Endang dan Tante Rina.
"Ini lubang vaginanya ya Tante?" tanyaku sambil memainkan tanganku didepan lubang vagina mereka yang semakin basah.
"Boleh dimasukin jari nggak Tante?"
Kembali jariku membuka belahan vagina mereka dan memasukkan jariku, slep.. slep.. bunyi jariku keluar masuk di lubang vagina Tante Rina dan Tante Endang yang makin mendesah-desah tidak karuan,
"Jangan Anto, jangan kamu masukin jari kamu.. Oohh..," rintih Tante Rina.
"Jangan lho Anto.. sshh..," desah Tante Endang sambil tangannya meremasi sofa.
"Kenapa? Sebentar saja kok, dimasukkin ya," kataku sambil memasukkan jari tengahku ke vagina mereka masing-masing.
"Aaahh.., Anto..," desah Tante Endang dan Tante Rina bersama-sama mersakan jari Anto menelusur masuk ke lubang vagina mereka.
"Ssshh.. eemmhh..!!" Tante Endang dan Tante Rina mulai meracau tidak karuan saat jari-jariku memasuki vagina dan memainkan klitoris mereka.

"Bagaimana Tante Endang," tanyaku mulai memainkan jariku keluar masuk di vagina mereka.
"Saya cium ya vagina Tante Endang ya?" tanyaku sambil mulai memainkan lidahku di vaginanya. "Sebentar ya Tante Rina," kataku.
"Jangan.., sshh.. Anto.. ena.., rintih Tante Endang sambil tangannya meremasi rambutku menahan geli.
"Gimana Tante Endang, geli tidak..," tanya Anto.
"Ssshh.. Anto.. Geli ss..," rintihnya merasakan daerah sensitifnya terus kumainkan sambil tangannya meremasi sendiri kedua payudaranya.
"Teruss.. Anto," desis Tante Endang tak kuat lagi menahan nafsunya.

Sementara Tante Rina memainkan vaginanya sendiri dengan jari tanganku yang ia gerakkan keluar masuk. Dan Tante Endang kian mendesah ketika mendekati orgasmenya dan
"Aaahh ss.., Tante sudah nggak kuat lagi," rintih Tante Endang merasakan lidahku keluar masuk dilubang vaginanya.
"Tante Endang keluar Anto..," desah lemas Tante Endang dengan kedua kakinya menjepit kepalaku di selangkangannya. Tahu Tante Endang sudah keluar aku bangkit lalu pindah ke vagina Tante Rina dan kubuka kedua pahanya lebar-lebar. Sama seperti Tante Endang Tante Rina juga merintih tidak karuan ketika lidahku mengocok lubang vaginanya.
"Aah ss.., Antoo,.., enak ss..," rintih Tante Rina sambil menekan kepalaku ke selangkangannya.

Tante Rina di sofa dan kubuka lebar-lebar pahanya. Kubenamkan lidahku liang vagina Tante Rina, ku sedot-sedot klitoris vagina Tante Rina yang ssudah basah itu,
"Teruss.., Antoo.., Tante.., mau kelu.. Aah ss..," rintih Tante Rina merasakan orgasme pertamanya. Anto lalu duduk diantara Tante Endang dan Tante Rina.
"Gantian dong Tante, punyaku sudah tegang nih," menunjukkan sarung yang aku pakai tampak menonjol dibagian kemaluanku pada Tante Endang dan Bullik Rina. Kuminta mereka untuk menjilati kemaluanku.
"Kamu nakal Anto, ngerjain kami," kata Tante Endang sambil tangannya membuka sarungku hingga tampak penisku yang mengacung tegang keatas.
"Iya.., awas kamu Anto.. Tante hisap punya kamu nanti..," balas Tante Rina sambil memasukkan penisku kemulutnya.

"Ssshh.. Tante.. terus..," rintih Anto sambil menekan kepala Tante Rina yang naik turun di penisnya. Tante Endang terus menjilati penisku gantian dengan Tante Rina yang lidahnya dengan liar menjilati penisku, dan sesekali memasukkannya kedalam mulunya serta menghisap kuat-kuat penisku didalam mulutnya. Sluurrpp.. sluurpp.. sshhrrpp.. demikian bunyinya ketika dia menghisap.
"Sudah.. Tante, Anto nggak kuat lagi..," rintih Tante Rina sambil mengangkat kepalaku dari vaginanya.
"Tunggu dulu ya Tante Endang, biar saya dengan Tante Rina dulu," kataku sambil menarik kepala Tante Endang yang sedang memasukkan penisku kemulutnya.
"Tante Tina sudah nggak tahan nih," kataku sambil membuka lebar-lebar kedua paha Tante Rina dan berlutut diantaranya.
"Cepatss.. Anto," desah Tante Rina sambil tangannya mengarahkan penisku ke vaginanya. "Asshhss..," rintih Tante Rina panjang merasakan penisku meluncur mulus sampai menyentuh rahimnya. Tante Rina mengerang setiap kali aku menyodokkan penisnya. Gesekan demi gesekan, sodokan demi sodokan sungguh membuatku terbuai dan semakin menikmati "perkosaan" ini, aku tidak peduli lagi orang ini sesungguhnya adalah Tanteku sendiri. Kuminta Tante Rina untuk menjilati vagina Tante Endang yang jongkok diatas mulutnya.

"Ushhss.. Geli dik," desis Tante Endang setiap kali lidah Tante Rina memasuki vaginanya. Sementara aku sambil menyetubuhi Tante Rina tanganku meremas-remas kedua payudara Tante Endang. Tiba-tiba Tante Rina mengangkat pinggulnya sambil mengerang panjang keluar dari mulutnya. "Ahhss.. Anto Tante keluar.. "
"Sudah keluar ya Tante Rina, sekarang gilran Bu Endang ya," kataku sambil menarik Tante Endang untuk naik kepangkuanku.

Tante Endang hanya pasrah saja menerima perlakuannya. Kuarahkan penisku ke vagina Tante Endang Lalu Aaahh.. desah Tante Endang merasakan lubang vaginanya dimasuki penisku sambil pinggulnya mulai naik turun. Kunikmati goyangan Tante Endang sambil 'menyusu' kedua payudaranya yang tepat di depan wajahku, payudaranya kukulum dan kugigit kecil.
"Teruss.. Tante, vagina Tante enak..," rintihku sambil terus dalam mulutku menghisap-hisap puting susunya.
"Penis kamu juga sshh.." rintih Tante Endang sambil melakukan gerakan pinggulnya yang memutar sehingga penisku terasa seperti dipijat-pijat.
"Sebentar Tante, coba Tante balik badan," kataku sambil meminta Tante Endang untuk menungging.

Kusetubuhi Tante Endang dari belakang, sambil tanganku tangannya bergerilya merambahi lekuk-lekuk tubuhnya. Harus kuakui sungguh hebat wanita seumur Tante Endang mempunyai vagina lebih enak dari Tante Rina yang berusia lebih muda. Sudah lebih dari setengah jam aku menggarap Tante Endang, yang makin sering merintih tidak karuan merasakan penisku menusuk-nusuk vaginanya dan tanganku meremasi payudaranya yang bergoyang-goyang akibat hentakan penisku di vaginanya.
"Ssshh.. Anto, Tante mau keluar.." rintih Tante Endang.
"Sabarr.. Tante, sama-sama," kataku sambil terus memainkan pinggulku maju-mundur.
"Aaahh ss.., Tante Endang keluar..," melenguh panjang.
"Saya belum, Tante," kataku kecewa.
"Pake susu Tante aja ya," jawab Tante Endang jongkok didepanku sambil menjepitkan penisku yang ssudah licin mengkilap itu di antara kedua payudaranya yag besar, lalu dikocoknya.
"Terus, Tante enak ss..," rintihku.

Melihat hal itu Tante Rina bangun sambil membuka mulutnya dan memasukkan penisku ke mulutnya sambil dihisap-hisap. Tak lama setelah mereka memainkan penisku, mengeluarkan maninya menyempot dengan deras membasahi wajah dan dada Tante Endang dan Tante Rina.
"Terima kasih ya Tante," jawabku sambil meremas payudara mereka masing-masing.
READ MORE - Dikeroyok Tante Tante Montok
Tuesday, September 20, 2011 - 1 comments

Mamaku Oh Mamaku

Namaku Roy, 32 tahun. Saat ini aku tinggal di Bandung. Banyak yang bilang aku ganteng. Kisah yang akan aku tulis ini adalah kisah nyata dari pengalaman sex aku dengan mama dan tante aku.

Cerita ini dimulai ketika aku berusia 20 tahun. Saat itu tante Rina datang dan menginap selama beberapa hari di rumah karena suaminya sedang pergi keluar kota. Dia merasa sepi dan takut tinggal di rumahnya sendirian. Tante Rina berusia 32 tahun. Penampilannya biasa saja. Tinggi badan 160 cm. Ramping. Tapi aku suka bodynya. Buah dada 36B, dan pantatnya besar bulat. Aku suka lihat tante Rina kalau sudah memakai celana panjang ketat sehingga pantatnya sangat membentuk, merangsang. Tante Rina adalah adik kandung Papa aku.

Waktu itu hari aku tidak masuk kuliah. Aku diam di rumah bersama mama dan tante Rina. Pagi itu, jam 10, kulihat mama baru selesai mandi. Mama keluar dari kamar mandi memakai handuk menutupi dada dan setengah pahanya yang putih mulus. Mama berusia 38 tahun. Sangat cantik.

Saat itu entah secara tidak sengaja aku melihat mama membetulkan lilitan handuknya sebelum masuk kamar. Terlihat buah dada mama walau tidak terlalu besar tapi masih bagus bentuknya. Yang terutama jadi perhatian aku adalah memek mama yang dihiasi bulu hitam tidak terlalu lebat berbentuk segitiga rapi. Mungkin karena mama rajin merawatnya.

Mama sepertinya tidak sadar kalau aku sedang memperhatikannya. Mama langsung masuk kamar. Hati berdebar dan terbayang terus pemandangan tubuh mama tadi. Aku dekati pintu, lalu aku intip dari lubang kunci. Terlihat mama sedang membuka lilitan handuknya lalu mengeringkan rambutnya dengan handuk tersebut. Terlihat tubuh mama sangat menggairahkan. Terutama memek mama yang aku fokuskan. Secara otomatis tangan aku meraba kontol dari luar celana, lalu meremasnya pelan-pelan sambil menikmati keindahan tubuh merangsang mama. Karena sudah tak tahan lagi, aku segera ke kamar mandi dan onani sambil membayangkan menyetubuhi mama. Sampai akhirnya.. Crot! Crot! Crot! Aku orgasme.

Sore harinya, waktu aku sedang tiduran sambil membaca majalah, tiba-tiba terdengar suara mama memanggil aku.

"Roy..!" panggil mama.
"Ya, Ma..." sahut aku sambil bergegas ke kamar mama.
"Ada apa, Ma?" tanya aku.
"Pijitin badan mama, Roy. Pegal rasanya..." kata mama sambil tengkurap.
"Iya, Ma..." jawab aku.

Waktu itu mama memakai daster. Aku mulai memijit kaki mama dari betis. Terus sampai naik ke paha. Mama tetap diam merasakan pijitan aku. Karena daster mama agak mengganggu pijitan, maka aku bertanya pada mama, "Ma, dasternya naikin ya? mengganggu nih..." tanya aku.
"Emang kamu mau mijitan apa aja, Roy?" tanya mama.
"Seluruh badan mama," jawab aku.
"Ya sudah, mama buka baju saja," kata mama sambil bangkit, lalu melepas dasternya tanpa ragu.
"Ayo lanjutkan, Roy!" kata mama sambil kembali tengkurap. Darah aku berdesir melihat mama setengah telanjang di depan mata.
"Mama tidak malu buka baju depan Roy?" tanya aku.
"Malu kenapa? Kan anak kandung mama.. Biasa sajalah," jawab mama sambil memejamkan mata.

Aku berdebar. Tanganku mulai memijit paha mama. Sebetulnya bukan meimijit, istilah yang tepat adalah mengusap agak keras. Aku nikmati usapan tangan aku di paha mama sambil mata terus memandangi pantat mama yang memakai celana dalam merah. Setelah selesai "memijit" paha, karena masih ragu, aku tidak memijit pantat mama, tapi langsung naik memijit pinggang mama.

"Kok dilewat sih, Roy?" protes mama sambil menggoyangkan pantatnya.
"Mm.. Roy takut mama marah..." jawab aku.
"Marah kenapa? Kamu kan emang mama pinta mijitin.. Ayo teruskan!" pinta mama.

Karena sudah mendapat angin, aku mulai meraba dan agak meremas pantat mama dari luar celana dalamnya. Nyaman rasanya memijit dan meremas pantat mama yang bulat dan padat. Kontol aku sudah mulai mengeras. Mama tetap terpejam menikmati pijitan aku. Karena birahi aku sudah naik, aku sengaja memasukkan tangan aku ke celana dalam mama dan terus meremasnya. Mama tetap diam. Aku makin berani.

Jari tengah aku mulai menyusuri belahan pantat mama sampai ke belahan memek mama. Jari aku diam disana. Aku takut mama marah. Tapi mama tetap diam sambil memejamkan mata. Aku mulai menggerakan jari tengah aku di belahan memek mama. Mama tetap diam. Terasa memek mama mulai basah. Dan aku tahu kalau mama agak menggoyang-goyangkan pantatnya, mungkin mama merasa enak menikmati jari aku di belahan memeknya. Itu perkiraan aku.

Karena sudah basah, aku nekad masukkan jari aku ke lubang memek mama. Mama tetap memejamkan mata, tapi pantatnya mulai bergoyang agak cepat.

"Roy, kamu ngapain?" tanya mama sambil membalikkan badannya. Aku kaget dan takut mama marah.
"Maaf, Ma..." kataku tertunduk tidak berani memandang mata mama.
"Roy tidak tahan menahan nafsu..." kataku lagi.
"Nafsu apa?" kata mama dengan nada lembut.
"Sini berbaring dekat mama," kata mama sambil menggeserkan badannya. Aku diam tidak mengerti.
"Sini berbaring Roy," ujar mama lagi.
"Tutup dulu pintu kamar," kata mama.
"Ya, Ma..." kataku sambil berdiri dan segera menutup pintu. Kemudian aku berbaring di samping mama.

Mama menatapku sambil membelai rambut aku.

"Kenapa bernafsu dengan mama, Roy," tanya mama lembut.
"Mama marahkah?" tanya aku.
"Mama tidak marah, Roy.. Jawablah jujur," ujar mama.
"Melihat tubuh mama, Roy tidak tahu kenapa jadi pengen, Ma..." kataku. Mama tersenyum.
"Berarti anak mama sudah mulai dewasa," kata mama.
"Kamu benar-benar mau sayang?" tanya mama.
"Maksud mama?" tanya aku.
"Dua jam lagi Papa kamu pulang..." hanya itu yang keluar dari mulut mama sambil tangannya meraba kontol aku dari luar celana.

Aku kaget sekaligus senang. Mama mencium bibir aku, dan akupun segera membalasnya. Kami berciuman mesra sambil tangan kami saling meraba dan meremas.

"Buka pakaian kamu, Roy," kata mama. Aku menurut, dan segera melepas baju dan celana.

Mama juga melepas BH dan celana dalamnya. Mama duduk di tepi tempat tidur, sedangkan aku tetap berdiri.

"Kontol kamu besar, Roy..." kata mama sambil meraih kontol aku dan meremas serta mengocoknya. Enak rasanya.
"Kamu udah pernah maen dengan perempuan tidak, sayang?" tanya mama.
Sambil menikmati enaknya dikocok kontol aku menjawab, "Belum pernah, Ma.. Mmhh..". Mama tersenyum, entah apa artinya.

Lalu mama menarik pantat aku hingga kontol aku hampir mengenai wajahnya. Lalu mama mulai menjilati kontol aku mulai dari batang sampai ke kepalanya. Rasanya sangat nikmat. Lebih nikmat lagi ketika mama memasukkan kontolku ke mulutnya. Hisapan dan permainan lidah mama sangat pandai. Tanganku dengan keras memegang dan meremas rambut mama dengan keras karena merasakan kenikmatan yang amat sangat. Tiba-tiba mama menghentikan hisapannya, tapi tangannya tetap mengocok kontolku perlahan.

"Enak sayang?" tanya mama sambil menengadah menatapku.
"Iya, Ma.. Enak sekali," jawabku dengan suara tertahan.
"Sini sayang. Kontolmu udah besar dan tegang. Sekarang cepat masukkan..." ujar mama sambil menarik tanganku.



Mama lalu telentang di tempat tidur sambil membuka lebar pahanya. Tanpa ragu aku naiki tubuh mama. Aku arahkan kontolku ke lubang memeknya. Tangan mama membimbing kontolku ke lubang memeknya.

"Ayo, Roy.. Masukkan..." ujar mama sambil terus memandang wajahku.

Aku tekan kontolku. Lalu terasa kepala kontolku memasuki lubang yang basah, licin dan hangat. Lalu batang kontolku terasa memasuki sesuatu yang menjepit, yang entah bagaimana aku menjelaskan rasa nikmatnya.. Secara perlahan aku keluarmasukkan kontolku di memek mama. Aku cium bibir mama. Mamapun membalas ciuman aku sambil menggoyangkan pinggulnya mengimbangi goyangan aku.

"Enak, Roy?" tanya mama.
"Sangat enak, Ma..." jawabku sambil terus menyetubuhi mama. Setelah beberapa menit, aku hentikan gerakan kontol aku.
"Kenapa mama mau melakukan ini dengan Roy?" tanyaku. Sambil tersenyum, mata mama kelihatan berkaca-kaca.
"Karena mama sayang kamu, Roy..." jawab mama.
"Sangat sayang..." lanjutnya.
"Lagipula saat ini mama memang sedang ingin bersetubuh..." lanjutnya lagi.

Aku terdiam. Tak berapa lama aku kembali menggerakan kontol aku menyetubuhi mama.

"Roy juga sangat sayang mama..." ujarku.
"Ohh.. Roy.. Enakk.. Mmhh..." desah mama ketika aku menyetubuhinya makin keras.
"Mama mau keluar..." desah mama lagi.

Tak lama kurasakan tubuh mama mengejang lalu memeluk aku erat-erat. Goyangan pinggul mama makin keras. Lalu..

"Ohh.. Enak sayangg..." desah mama lagi ketika dia mencapai orgasme.

Aku terus menggenjot kontolku. Lama-lama kurasakan ada dorongan kuat yang akan keluar dari kontol aku. Rasanya sangat kuat. Aku makin keras menggenjot tubuh mama..

"Ma, Roy gak tahann..." ujarku sambil memeluk tubuh mama lalu menekan kontolku lebih dalam ke memek mama.
"Keluarin sayang..." ujar mama sambil meremas-remas pantatku.
"Keluarin di dalam aja sayang biar enak..." bisik mama mesra.

Akhirnya, crott.. Crott.. Crott.. Air maniku keluar di dalam memek mama.

"Mmhh..." desahku. Lalu tubuh kami tergolek lemas berdampingan.
"Terima kasih ya, Ma..." ujar aku sambil mencium bibir mama.
"Lekas berpakaian, Papa kamu sebentar lagi pulang!" kata mama.

Lalu kamipun segera berpakaian. Setengah jam kemudian Papa pulang. Mama dan aku bersikap seperti biasa dan terlihat normal.

Malam harinya, sekitar jam 11 malam, ketika mama dan Papa sudah tidur, aku dan tante Rina masih nonton TV. Tante Rina memakai kimono. Sesekali aku lihat paha mulusnya ketika kimononya tersingkap. Tapi tidak ada perasaan apa-apa. Karena sudah biasa melihat seperti itu.

Tiba-tiba tante Rina bertanya sesuatu yang mengejutkan aku,"ngapain kamu tadi sore lama-lama berduaan ama mama kamu di kamar?" tanya tante Rina.
"Hayo, ngapain..?" tanya tante Rina lagi sambil tersenyum.
"Tidak ada apa-apa. Aku mijitin mama, kok..." jawabku.
"Kok lama amat. Sampe lebih dari satu jam," tanyanya lagi.
"Curigaan amat sih, tante?" kataku sambil tersenyum.
"Tante hanya merasa aneh saja waktu tante denger ada suara-suara yang gimanaa gitu..." ujar tante Rina sambil tersenyum.
"Kayak suara yang lagi enak..." ujar tante Rina lagi.
"Udah ah.. Kok ngomongnya ngaco ah..." ujarku sambil bangkit.
"Maaf dong, Roy. Tante becanda kok..." ujar tante Rina.
"Kamu mau kemana?" tanya tante Rina.
"Mau tidur," jawabku pendek.
"Temenein tante dong, Roy," pinta tante.

Aku kembali duduk dikursi di samping tante Rina.

"Ada apa sih tante?" tanyaku.
"Tidak ada apa-apa kok. Hanya butuh temen ngobrol saja," jawab tante Rina.
"Kamu sudah punya pacar, Roy?" tanya tante Rina.
"Belum tante. Kenapa?" aku balik bertanya.
"Kamu tuh ganteng, tinggi. Tapi kenapa belum punya pacar?" tanya tante lagi.
"Banyak sih yang ngajak jalan, tapi aku tidak mau," jawabku.
"Apa kamu pernah kissing dengan perempuan, Roy?" tanya tante Rina pelan sambil wajahnya didekatkan ke wajahku.

Bibir kami hampir bersentuhan. Aku tak menjawab.

"Ni tante lagi horny kayaknya..." pikir aku.

Tanpa banyak kata, aku cium bibir tante Rina. Tante Rinapun langsung membalas ciumanku dengan hebat. Permainan lidah dan sedotan bibir kami main mainkan.. Sementara tanganku segera masuk ke balik kimono tante Rina. Lalu masuk lagi ke dalam BH-nya. Lalu ku remas-remas buah dadanya dengan mesra sambil ujung jari aku memainkan puting susunya.

"Mmhh.."

Suara tante Rina mendesah tertahan karena kami masih tetap berciuman. Tangan tante Rinapun tidak diam. Tangannya meremas kontolku dari luar celana kolorku. Kontolku langsung tegang.

"Roy, pindah ke kamar tante, yuk?" pinta tante Rina.
"Iya tante..." jawabku. Lalu kami segera naik ke loteng ke kamar tante Rina.

Setiba di kamar, tante Rina dengan tak sabar segera melepas kimono dan BH serta CD-nya. Akupun segera melepas semua pakaian di tubuh aku.

"Ayo Roy, tante sudah gak tahan..." ujar tante Rina sambil senyum, lalu merebahkan badannya di kasur.

Aku segera menindih tubuh telanjang tante Rina. Aku cium bibirnya, pindah ke pipi, leher, lalu turun ke buah dadanya. Aku jilat dan hisap puting susu tante Rina sambil meremas buah dada yang satu lagi.

"Ohh.. Mmhh.. Royy.. Kamu pinter amat sih.. Mmhh..." desah tante Rina sambil tangannya memegang kepala aku.

Lalu lidahku turun lagi ke perut, lalu ketika mulai turun ke selangkangan, tante Rina segera melebarkan kakinya mengangkang. Memek tante Rina bersih tidak berbau. Bulunya hanya sedikit sehing nampak jelas belahan memeknya yang bagus. Aku segera jilati memek tante Rina terutama bagian kelentitnya.

"Ohh.. Sayang.. Enakkhh.. Mmhh.. Terus sayang..." desah tante Rina sambil badannya mengejang menahan nikmat.

Tak berapa lama tiba-tiba tante Rina mengepitkan kedua pahanya menjepit kepalaku. Tangannya menekan kepalaku ke memeknya.

"Oh, Roy.. Tante keluar.. Nikmat sekali.. Ohh..." desah tante Rina.

Aku bangkit, mengusap mulut aku yang basah oleh air memek tante Rina, lalu aku tindih badannya dan kucium bibirnya. Tante Rina langsung membalas ciumanku dengan mesra.

"Isep dong kontol Roy, tante..." pintaku.

Tante Rina mengangguk sambil tersenyum. Lalu aku kangkangi wajah tante Rina dan ku sodorkan kontolku ke mulutnya. Tante Rina langsung menghisap dan menjilati kontolku dan mengocok dengan tangannya sambil memejamkan matanya. Sangat enak rasanya. Cara menghisap dan menjilat kontolnya lebih pintar dari mama.

"Udah tante, Roy udah pengen setubuhi tante..." kataku.

Tante Rina melepaskan genggamannya, lalu aku arahkan kontol aku ke memeknya.

"Ayo, Roy.. Tante sudah tidak tahan..." bisik tante Rina.

Lalu, bless.. sleb.. sleb.. sleb.. Kontolku keluar masuk memek tante Rina.

"Roy kamu pinter menyenangkan perempuan. Kamu pandai memberikan kenikmatan..." kata tante ditengah-tengah persetubuhan kami.
"Ah, biasa saja, tante..." ujarku sambil tersenyum lalu ku kecup bibirnya.

Selang beberapa lama, tiba-tiba tante Rina mempercepat gerakannya. Kedua tangannya erat mendekap tubuhku.

"Roy, terus setubuhi tante.. Mmhh.. Ohh.. Tante mau keluar.. Ohh.. Ohh. Ohh..." desahnya.

Tak lama tubuhnya mengejang. Pahanya erat menjepit pinggulku. Sementara akau terus memompa kontolku di memeknya.

"Tente udah keluar, sayang..." bisik tante Rina.
"Kamu hebat.. Kuat..." ujar tante Rina.
"Terus setubuhi tante, Roy.. Puaskan diri kamu..." ujarnya lagi.

Tak lama akupun mulai merasakan kalo aku akan segera orgasme. Kupertcepat gerakanku.

"Roy mau keluar, Tante..." kataku.
"Jangan keluarkan di dalam, sayang..." pinta tante Rina.
"Cabut dulu..." ujar tante Rina.
"Sini tante isepin..." katanya lagi.

Aku cabut kontolku dari memeknya, lalu aku arahkan ke mulutnya. Tante Rina lalu menghisap kontolku sambil mengocoknya. Tak lama, crott.. crott.. crott.. crott.. Air maniku keluar di dalam mulut tante Rina banyak sekali. Aku tekan kontolku lebih dalam ke dalam mulut tante Rina. Tante Rina dengan tenang menelan air maniku sambil terus mengocok kontolku. Lalu dia menjilati kontolku untuk membersihkan sisa air mani di kontolku. Sangat nikmat rasanya besetubuh dengan tante Rina.

Aku segera berpakaian. Tante Rina juga segera mengenakan kimononya tanpa BH dan CD.

"Kamu hebat, Roy.. Kamu bisa memuaskan tante," ujar tante Rina.
"Kalo tante butuh kamu lagi, kamu mau kan?" tanya tante sambil memeluk aku.
"Kapan saja tante mau, Roy pasti kasih," kataku sambil mengecup bibirnya.
"Terima kasih, sayang," ujar tante Rina.
"Roy kembali ke kamar ya, tante? Mau tidur," kataku.
"Iya, sana tidur," katanya sambil meremas kontolku mesra. Kukecup bibirnya sekali lagi, lalu aku segera keluar.

Besoknya, setelah Papa pergi ke kantor, mama duduk di sampingku waktu aku makan.

"Roy, semalam kamu ngapain di kamar tante Rina sampe subuh?" tanya mama mengejutkanku.

Aku terdiam tak bisa berkata apa-apa. Aku sangat takut dimarahi mama. Mama tersenyum. Sambil mencium pipiku, mama berkata,"Jangan sampai yang lain tahu ya, Roy. Mama akan jaga rahasia kalian. Kamu suka tante kamu itu ya?" tanya mama. Plong rasanya perasaanku mendengarnya.

"Iya, Ma.. Roy suka tante Rina," jawabku.
"Baiklah, mama akan pura-pura tidak tahu tentang kalian..." ujar mama.
"Kalian hati-hatilah..." ujar mama lagi.
"Kenapa mama tidak marah," tanya aku.
"Karena mama pikir kamu sudah dewasa. Bebas melakukan apapun asal mau tanggung jawab," ujar mama.
"Terima kasih ya, Ma..." kataku.
"Roy sayang mama," kataku lagi.
"Roy, tante dan Papa kamu sedang keluar.. Mau bantu mama gak?" tanya mama.
"Bantu apa, Ma?" aku balik tanya.
"Mama ingin..." ujar mama sambil mengusap kontolku.
"Roy akan lakukan apapun buat mama..." kataku. Mama tersenyum.
"Mama tunggu di kamar ya?" kata mama. Aku mengangguk..

Sejak saat itu hingga saat ini aku menikah dan punya 2 anak, aku tetap bersetubuh dengan tante Rina kalau ada kesempatan. Walau sudah agak berumur tapi kecantikan dan kemolekan tubuhnya masih tetap menarik. Baik itu di rumah tante Rina kalau tidak ada Om, di rumah aku sendiri, ataupun di hotel.

Sedangkan dengan mama, aku sudah mulai jarang menyetubuhinya atas permintaan mama sendiri dengan alasan tertentu tentunya. Dalam satu bulan hanya 2 kali. Itulah pengalaman kisah nyata aku. Aku tuliskan dengan sebenarnya.
READ MORE - Mamaku Oh Mamaku
Sunday, September 18, 2011 - 1 comments

Mertuaku Binal

Aku Roy, 32 tahun. Menikah, punya 2 anak. Istriku sangat cantik. Banyak yang bilang mirip bintang sinetron ternama saat ini. Kami tinggal di Bandung. Yang akan aku ceritakan adalah hubunganku dengan mertua aku sendiri. Mertua aku tinggal di kota P, masih wilayah Jawa Barat. Suatu waktu aku ada tugas kerja ke kota P tersebut. Aku pergi naik motor. Sesampainya di kota P, aku langsung menyelesaikan tugas dari kantor. Setelah selesai, aku sengaja singgah dulu ke rumah mertua untuk istirahat. Sesampai di rumah, mertua perempuanku datang menyambut. “Kok sendirian Roy? Mana anak istrimu?” tanya mertuaku. “Saya ada tugas kantor disini, Ma. Jadi mereka tidak saya ajak. Lagian saya cuma sebentar kok, Ma. Hanya mau numpang mandi dan istirahat sebentar,” jawabku. “O begitu.. Akan mama siapkan makanan buat kamu,” ujar mertuaku. Lalu aku mandi. Setelah itu aku segera ke meja makan karena sudah sangat lapar. “Papa mana, Ma?” tanyaku. “Papa lagi ke rumah temannya ngurusin obyekan,” jawan mertuaku. “Kamu mau pulang jam berapa, Roy?” tanya mertuaku. “Agak sorean, Ma. Saya akan tidur sebentar. Badan pegal hampir 3 jam naik motor dari Bandung,” kataku. “Kalau begitu ganti baju dulu dong. Nanti kusut kemeja kamu,” ujar mertuaku sambil bangkit menuju kamarnya. Lalu dia datang lagi membawa kaos dan kain sarung. “Ini punya Papa, pakailah nanti,” kata mertuaku. “Iya, Ma,” kataku sambil terus melanjutkan makan. Mertuaku berumur 42 tahun. Sangat cantik mirip istriku. Badan ramping, buah dada besar walau agak turun karena usia. Pantatnya sangat padat. Setelah berganti pakaian, aku duduk di ruang tamu sambil nonton TV. “Loh katanya mau tidur?” tanya mertuaku sambil duduk di kursi yang sama tapi agak berjauhan. “Sebentar lagi. Ma. Masih kenyang,” ujarku. Lalu kami nonton TV tanpa banyak bicara. “Tahukah kamu, Roy.. Bahwa mama sangat senang dengan kamu?” tanya mertuaku kepadaku memecah kesunyian. “Kenapa, Ma?” tanyaku. “Dulu sejak pertama kali datang kesini mengantar istrimu pulang, mama langsung suka kamu. Ganteng, tinggi, sopan, dan ramah,” kata mertuaku. Aku hanya tersenyum. “Sekarang kamu sudah menikahi anak mama dan sudah punya anak 2, tapi kamu tetap sama seperti yang dulu..,” kata mertuaku lagi. “Mama sangat sayang kamu, Roy,” kata mertuaku lagi. “Saya juga sayang mama,” ujarku. “Ada satu hal yang ingin mama lakukan, tapi tidak pernah berani karena takut jadi masalah..,” kata mertuaku. “Apa itu, Ma?” kataku. “Mama ingin memeluk kamu walau sebentar..,” ujar mertuaku sambil menatapku dengan mata sejuk. “Kenapa begitu, Ma?” tanyaku lagi. “Karena dulu mama sangat suka kamu. Sekarang ditambah lagi rasa sayang,” kata mertuaku. Aku tatap mata mertuaku. Kemudian aku tersenyum. “Saya yang akan peluk mama sebagai rasa sayang saya ke mama,” ujarku sambil beringsut mendekati mertuaku sampai badan kami bersentuhan. Kemudian aku peluk mertuaku erat. Mertuakupun balas memeluk aku dengan erat sepertinya tidak mau melepas lagi. “Boleh mama cium kamu Roy? Sebagai tanda sayang?” tanya mertuaku.

Aku agak kaget. Aku lepaskan pelukanku, lalu tersenyum dan mengangguk. Mertuaku tersenyum, lalu mencium pipi kiri, pipi kanan, kening. Lalu.. Mertuaku menatap mataku sesaat kemudian mengecup bibirku. Aku sangat kaget. Tapi aku tetap diam, dan ada sedikit rasa senang akan hal itu. Selang beberapa detik mertuaku kembali mengecup bibirku.. Dan melumatnya sambil merangkulkan tangannya ke pundakku. Secara spontan aku membalas ciuman mertuaku. Kami saling hisap, mainkan lidah.. Nafas mertuaku terdengar agak cepat. Tangan mertuaku masuk ke dalam kain sarung, lalu menyentuh kont*lku dari luar CD. Tangannya lalu mengusap pelan lalu mulai meremas kont*lku. kont*lku langsung tegang. Tiba-tiba.. Kringg! Krinngg! Bunyi telepon mengagetkan kami. Kami langsung memisahkan diri. Mertuaku langsung bangkit menuju telepon. Entah apa yang dibicarakan. Karena merasa agak bersalah, aku segera masuk ke kamar, menutup pintu, lalu merebahkan diri di kasur. Terbayang terus peristiwa tadi berciuman dengan mama mertua sambil merasakan nikmatnya diremas kont*l. Tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Kemudian pintu terbuka. Mertuaku masuk. “Sudah mau tidur, Roy?” tanya mertuaku. “Belum, Ma,” ujarku sambil bangkit lalu duduk di tepi ranjang. Mertuaku juga ikut duduk di sampingku. “Kamu marah tidak atas kejadian tadi,” tanya mertuaku sambil menatap mataku. Aku tersenyum. “Tidak, Ma. Justru saya senang karena ternyata mama sangat sayang dengan saya,” jawabku. Mertuaku tersenyum lalu memegang tanganku. “Sebetulnya dari dulu mama memimpikan hal seperti ini, Roy,” ujar mertuaku. “Tapi karena istrimu dan papamu selalu ada, ya mama hanya bisa menahan perasaan saja..,” ujar mertuaku sambil mencium bibirku. Akupun segera mebalas ciumannya. Dan sekarang aku mulai berani.

Tanganku mulai meraba buah dada mertuaku dari luar dasternya. Aku meremasnya perlahanan. Tangan mertuakupun segera melepas kain sarung yang aku pakai. Tangannya langsung meraba dan meremas kont*lku dari luar CD-ku. kont*lku makin mengeras. Mertuaku merogoh kont*lku hingga berdiri tegak. Sambil tetap berciuman tangannya terus mengocok dan meremas kont*lku. Akupun terus meremas buah dada mertuaku. Tak lama, mertuaku bangkit lalu melucuti semua pakaiannya. Akupun melakukan hal yang sama. Mertuaku segera naik ke tempat tidur, dan aku segera menaiki tubuhnya. Aku kecup bibirnya. “Mama senang kamu datang hari ini, Roy.. Lebih senang lagi karena ternyata kamu bisa menerima rasa sayang mama kepada kamu…” ujar mertuaku sambil menciumku. “Saya juga senang karena mama sangat menyayangi saya. Saua akan menyayangi mama…” kataku sambil memagut leher mertuaku. Mertuaku mendesah dan menggelinjang merasakan desiran nikmat. Pagutanku kemudian turun ke buahdada mertuaku. Kujilati dan gigit-gigit kecil puting susu mertuaku sambil tangan yang satu meremas buah dada yang lain. “Ohh.. Mmhh.. Mmhh.. Ohh…” desah mertuaku semakin merangsang gairahku. Tapi ketika lidahku mulai turun ke perut, tiba-tiba mertuaku memegang kepalaku. “Jangan ke bawah, Roy.. Mama malu. Segera masukkin saja.. Mama sudah tidak tahan…” ujar mertuaku. Aku tersenyum dan maklum karena mertuaku termasuk orang yang konvensional dalam masalah sex. Aku buka lebar paha mertuaku, lalu aku arahkan kont*lku ke mem*k mertua yang sudah basah dan licin. Tangan mertuaku segera memegang kont*lku lalu mengarahkannya ke lubang mem*knya. Tak lama.. Bless.. kont*lku langsung memompa mem*k mertuaku. Terasa tidak seret, tapi masih enak rasanya menjepit kont*lku.. “Ohh.. Sshh.. Oh, Roy.. Mmhh…” desah mertuku ketika aku memompa kont*lku agak cepat. Mertuaku mengimbangi gerakanku dengan goyangan pinggulnya.

Tak lama, tiba-tiba mertuaku bergetar lalu tubuhnya agak mengejang. “Oh, Roy.. Mama mau keluarr.. Mmhh…” jerit kecil mertuaku. “Terus setubuhi mama…” desahnya lagi. Beberapa saat kemudian tubuh mertuaku melemas. Dia telah mencapai orgasme.. Akupun berhenti sejenak memompa kont*lku tanpa mencabutnya dari mem*k mertuaku. mem*knya terasa makin licin oleh air maninya. “Mama belum pernah merasakan nikmat seperti ini, Roy,” ujar mertuaku sambil mengecup bibirku. “Terima kasih, Roy…” ujarnya lagi sambil tersenyum. Akupun segera mengerakan kont*lku menyetubuhi lagi mertuaku. “Boleh Roy minta sesuatu, Ma?” tanyaku sambil terus memompa kont*lku. “Apa?” ujar mertuaku. “Saya mau setubuhi mama dari belakang. Boleh?” tanyaku. Mertuaku tersenyum. “Boleh tapi mama tidak mau nungging. Mama tengkurap saja ya?” ujar mertuaku. “Iya, Ma,” ujarku sambil mencabut kont*lku. Mertuaku segera tengkurap sambil sedikit melebarkan kakinya. “Ayo, Roy,” ujar mertuaku. Aku segera masukkan kont*lku ke mem*k mertuaku dari belakang. Terasa lebih nikmat daripada masuk lewat depan. Mata mertuaku terpejam, dan sesekali terdengar desahannya. Akupun terus menikmati rasa nikmat sambil terus memompa kont*lku. Kemudian terasa ada sesuatu rasa yang sangat kuat ingin keluar dari kont*lku. Kupercepat gerakanku menyetubuhi mertuaku. Ketika hampir mencapai klimaks, aku cabut kont*lku, lalu.. Crott! Crott..! Crott! Air maniku keluar banyak di punggung dan pantat mertuaku. “Ohh.. Enak, Ma…” kataku. Kugesekkan kont*lku ke belahan pantat mertuaku.



Selang beberapa menit setelah kelelahan agak hilang, mertuaku berkata, ” Tolong bersihkan punggung mama, Roy..”. “Iya, Ma,” ujarku. Lalu aku bersihkan air maniku di tubuh mertuaku. Setelah berpakaian, lalu kami keluar kamar. Terlihat wajah mertuaku sangat ceria. Menjelang sore, mertua lelaki pulang. Aku dan mertua perempuanku bertindak biasa seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara kami. Setelah makan malam, aku diminta mertua perempuanku utnuk membawakan semua piring kotor ke dapur. Aku menurut. Mertua lelaki aku setelah makan malam langsung menuju ruang televisi dan segera menonton acara kesukaannya. Di dapur, mertuaku perempuanku langsung menarik tanganku ke sudut dapur lalu menciumku. Aku membalasnya sambil tanganku langsung memegang selangkangannya kemudian meraba mem*knya. “Nakal kamu. Tapi mama suka,” ujar mertuaku sambil tersenyum. “Nanti Papa kesini, Ma.. Udah, ah Roy takut,” ujarku. “Tidak akan kesini kok, Roy,” ujarnya. “Sebelum kamu pulang, mama mau sekali lagi bersetubuh dengan kamu disini…” ujar mertuaku sambil tangannya segera meremas kont*lku dari luar celana. “Saya juga mau, tapi jangan disini, Ma.. Bahaya,” ujarku. “Ayo dong, Roy.. Mama sudah tidak tahan,” ujarnya lagi. Tangannya terus meremas kont*lku. “Kita ke hotel yuk, Roy?” ajak mertuaku. Aku mengangguk. Kemudian dengan alasan akan ke rumah temannya, mertuaku perempuanku meminta ijin pergi diantar olehku. “Jangan lama-lama ngobrol disana, Ma.. Si Roy kan malam ini mau pulang. Kasihan nanti dia capek,” ujar mertua lelaki. “Iya dong, Pa…” ujar mertua perempuanku. Kemudian kami naik motor segera pergi mencari hotel. Setelah selesai registrasi, kami segera masuk ke kamar. Tanpa banyak cakap, mertuaku langsung memeluk dan menciumku dengan liar. Aku balas ciumannya.. “Cepat kita lakukan, Roy.. Waktu kita hanya sedikit,” ujar mertuaku sambil melucuti semua pakaiannya. Aku juga demikian. Mertuaku langsung naik ke kasur, lalu aku menyusul. Tangan mertuaku langsung menggenggam kont*lku dan diarahkan ke mem*knya. “Mama kok buru-buru sih?” tanyaku sambil tersenyum ketika kont*lku sudah masuk mem*knya. Lalu aku pompa kont*lku perlahan menikmati enaknya mem*k mertuaku. “Habisnya mama sudah tidak tahan sejak tadi di rumah, pengen merasakan kont*l kamu lagi,” kata mertuaku sambil menggoyang pinggulnya mengimbangi gerakanku. Selang beberapa belas menit tiba-tiba mertuaku mendekap aku erat sambil mengerakkan pinggulnya cepat.

Kemudian.. “Ahh.. Mmhh.. Enak sayang…” desah mertuaku mencapai puncak orgasmenya. Badannya melemas. Aku terus memompa kont*lku lebih cepat. Terasa lebih nikmat. Sampai beberapa lama kemudian aku tekan kont*lku ke lubang mem*k mertuaku dalam-dalam, dan.. Crott.. Crott.. Crott.. Air maniku keluar di dalam mem*k mertuaku. “Maaf, Ma.. Roy tidak bisa menahan.. Sehingga keluar di dalam,” ujarku sambil memeluk tubuh mertuaku. “Tidak apa-apa, Roy,” jawab mertuaku. “Mama sudah minum obat kok,” ujarnya lagi. “Kalo mama berkunjung ke rumah kamu, bisa tidak ya kita melakukan lagi?” tanya mertuaku. “Bisa saja, Ma.. Kita jalan berdua saja dengan alasan pergi kemana…” jawabku. Mertuaku tersenyum. “Kita pulang Roy,” ujar mertuaku. Sesampai di rumah, aku langsung bersiap untuk pulang ke Bandung. Ketika aku memanaskan motorku, mertua perempuan mendekatiku. Sementara mertua lelaki duduk di beranda. “Hati-hati di jalan ya, Roy,” ujar mertuaku. “Iya, Ma. Terima kasih,” ujarku sambil tersenyum. “Tengokin mama dong sesering mungkin, Roy,” ujar mertuaku sambil tersenyum penuh arti. “Iya, Ma,” ujarku sambil tersenyum pula. Lalu aku pulang. Sejak saat itu hingga kini aku selalu menyempatkan diri sebulan sekali untuk datang ke rumah mertuaku, tentu saja setelah aku di-SMS dahulu oleh mertua perempuanku.
READ MORE - Mertuaku Binal